Diungkap Mahfud MD, Sikap Pemerintah Soal MA Batalkan Iuran BPJS Kesehatan Naik Akhirnya Terjawab
Sikap pemerintah terkait pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh Mahkamah Agung ( MA) akhirnya terjawab, diungkap Mahfud MD
TRIBUNKALTIM.CO - Diungkap Mahfud MD, sikap Pemerintah soal Mahkamah Agung (MA) batalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan akhirnya terjawab.
MA mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Juru bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, putusan seputar perkara kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu dibacakan pada Februari lalu.
"Ya (sudah diputus). Kamis 27 Februari 2020 diputus. Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil," ujar Andi ketika dikonfirmasi, Senin (9/3/2020).
• KABAR GEMBIRA Mahkamah Agung Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Kembali ke Iuran Semula
• 96,24 Persen Masyarakat Tarakan Memiliki BPJS Kesehatan
• Laboratorium Klinik Khatulistiwa Kini Kerjasama dengan BPJS Kesehatan
• NEWS VIDEO Kabar Gembira Mahkamah Agung Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
"Menerima dan mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) tersebut," lanjut Andi menjelaskan amar putusan MA.
Dikutip dari dokumen putusan MA, ada dua poin penting putusan.
Pertama, menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan di atasnya, antara lain UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Poin kedua, MA menyatakan pasal di atas tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
"Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Tidak Mempunyai Hukum Mengikat," demikian putusan tersebut.
Kenaikan BPJS Kesehatan batal
Sebagaimana diketahui, pasal di atas menjelaskan tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen dan waktu diberlakukannya kenaikan.
Secara rinci, bunyi pasal yang dinyatakan tidak mempunyai hukum mengikat tersebut yakni :
• Dampak Positif Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Tunggakan di Balikpapan Menurun Hingga Rp 2 Miliar
• Awal Tahun. Pelayanan MCS BPJS Kesehatan di Balikpapan Diperluas, Ini Jadwal dan Lokasinya
Pasal 34 (1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp 42.000,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau
c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.
Perpres tersebut sebelumnya ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis, 24 Oktober 2019, dan sudah diunggah ke laman Setneg.go.id.
Dengan adanya Perpres ini, kenaikan iuran BPJS terjadi terhadap seluruh segmen peserta.
Dalam Pasal 34 beleid tersebut diatur bahwa iuran peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) kelas 3 akan meningkat menjadi Rp 42.000, dari sebelumnya sebesar Rp 25.500.
Iuran peserta atau mandiri kelas 2 akan meningkat menjadi Rp 110.000 dari sebelumnya sebesar Rp 51.000.
Lalu, iuran peserta kelas 1 akan naik menjadi Rp 160.000 dari sebelumnya sebesar Rp 80.000.
• Temui BPJS Kesehatan di Balikpapan, Komisi I DPRD Kabupaten Berau Bahas Masalah Ini
• BREAKING NEWS PMII Gelar Demonstrasi Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan, Sudah 3 Kali Naik Iuran
Merujuk kepada putusan MA di atas, maka besaran iuran BPJS Kesehatan tetap sebagaimana besaran sebelumnya alias tidak jadi naik 100 persen.
Pemerintah diharap tidak kelabui putusan MA
Uji materi atas Perpres Nomor 75 Tahun 2019 ini diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).
Dikutip dari laman resmi KPCDI, mereka mendaftarkan hak uji materi Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, pada 5 Desember 2019.
Pengacara KPCDI Rusdianto Matulatuwa menilai kebijakan kenaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen menuai penolakan dari sejumlah pihak, salah satunya dari KPCDI.
“Angka kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen menimbulkan peserta bertanya-tanya darimana angka tersebut didapat, sedangkan kenaikkan penghasilan tidak sampai 10 persen setiap tahun,” kata dia dalam keterangan tertulis.
Rusdianto menegaskan, Iuran BPJS naik 100 persen tanpa ada alasan logis, dan sangat tidak manusiawi. "Ingat ya, parameter negara ketika ingin menghitung suatu kekuatan daya beli masyarakat disesuaikan dengan tingkat inflasi," lanjutnya.
Rusdianto menambahkan, jika tingkat inflasi ini betul-betul dijaga, maka tidak akan melebihi 5 persen.
"Nah, ini kenaikkan (inflasi) tidak sampai 5 persen, tapi iuran BPJS dinaikkan 100 persen, ini kan tidak masuk akal,” tutur Rusdianto.
Menurut Rusdianto, Perpres 75 Tahun 2019 menjadi bertentangan dengan Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
“Ya undang-undangnya kan mengatakan besaran iuran itu ditetapkan secara berkala sesuai perkembangan sosial,ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak,” tambahnya.
Sementara itu, Sekjen KPCDI Petrus Hariyanto mengatakan, Pemerintah diharapkan segera menjalankan putusan MA soal pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Dia meminta Pemerintah tidak lantas membuat kebijakan yang mengakali putusan itu.
"Kami harap Pemerintah, ataupun BPJS Kesehatan tidak lagi membuat keputusan dan kebijakan yang sifatnya mengakali atau mengelabui dari putusan tersebut. Jalankan putusan MA dengan sebaik-baiknya," ujar Petrus ketika dikonfirmasi Kompas.com, Senin (9/3/2020).
Menurut Petrus, putusan MA ini menjadi angin segar untuk masyarakat.
Dengan adanya putusan MA, beban biaya kesehatan tidak memberatkan masyarakat kecil.
"KPCDI berharap Pemerintah segera menjalankan keputusan ini, agar dapat meringankan beban biaya pengeluaran masyarakat kelas bawah setiap bulannya” ujar Petrus.
Dia menambahkan, KPCDI yang merupakan organisasi dengan mayoritas anggotanya penyintas gagal ginjal (pasien cuci darah) akan terus mengawal keputusan MA hari ini.
Mahfud MD ungkap sikap Pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, Pemerintah akan mengikuti keputusan terkait pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh Mahkamah Agung ( MA).
"Judicial review itu sekali diputus final dan mengikat. Oleh sebab itu, kita ikuti saja, Pemerintah kan tidak boleh melawan putusan pengadilan," ujar Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (9/3/2020).
Dia menjelaskan, putusan judicial review merupakan putusan final dan tidak bisa banding kembali.
Sebab, judicial review berbeda dengan gugatan perkara maupun perdata yang masih memiliki cela untuk ditinjau kembali.
"Putusan MA, kalau judicial review itu adalah putusan yang final, tidak ada banding terhadap judicial review. Berbeda dengan gugatan perkara, perdata atau pidana itu masih ada PK ya, kalau sudah diputus oleh MA di kasasi," jelas dia.
• DPRD Samarinda Sayangkan Iuran Kelas 3 BPJS Kesehatan Ikut Naik, Kubu PKS Sedang Galang Pansus
• Permintaan Turun Kelas BPJS Kesehatan di Balikpapan Menurun, Kelas II akan Naik Menjadi Rp 110.000
• DPRD Balikpapan Fokus Masalah Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan, Rumuskan Formula Bantuan
• Cara Turun Kelas BPJS Kesehatan Melalui Online, Begini Tahapannya
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menanti Sikap Pemerintah setelah MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan..." dan "MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Mahfud: Kita Ikuti"