Resesi Ekonomi di Depan Mata, Simpan Dana Cadangan, Jangan Anggap Remeh! Segera Lindungi Penghasilan
Resesi ekonomi di depan mata, simpan dana cadangan, jangan anggap remeh! segera lindungi penghasilan.
TRIBUNKALTIM.CO - Resesi ekonomi di depan mata, simpan dana cadangan, jangan anggap remeh! segera lindungi penghasilan.
Indonesia terancam badai resesi ekonomi.
Pandemi covid-19 benar-benar membuat kacau pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ancaman tersebut kini semakin nyata di depan mata.
Terbaru, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020.
• SIAP-SIAP Resesi, Menkeu: Proyeksi Ekonomi Kuartal III Minus 2,9 Persen, Jangan PANIK Lakukan 4 Hal
• Sempat Dampingi Menteri Jokowi, Bupati Berau Wafat Akibat Covid-19, Muharram Tak Ingin Dirawat Lama
• Bupati Berau Muharram Meninggal Dunia, Wabup Agus Tantomo Minta Warga Gelar Salat Gaib Berjamaah
Menurutnya di kuartal III ini perekonomian Indonesia kemungkinan akan mengalami kontraksi minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen.
Adapun keseluruhan pertumbuhan ekonomi akhir tahun menurutnya juga akan berada pada kisaran minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen.
Dengan adanya hal tersebut maka pertumbuhan ekonomi kuartal III dan IV menurutnya juga akan negatif.
• Edarkan Ganja, Pelajar Kelas Dua SMK di Samarinda Ditangkap Polisi
Adanya hal tersebut maka tak menutup kemungkinan resesi ekonomi di Indonesia akan terjadi.
Melansir dari Forbes, resesi adalah kondisi di mana terjadi penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Lantas, jika resesi betul terjadi apa dampak bagi masyarakat serta apa saja yang perlu dipersiapkan?
• Chord Lagu-lagu dari Yuni Shara Paling Hits: Mengapa Tiada Maaf, Desember Kelabu - Hilang Permataku
Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef, Nailul Huda mengatakan salah satu dampak yang mungkin saja timbul dari terjadinya resesi adalah meningkatnya jumlah pengangguran.
Ia menyebut, banyaknya pengangguran muncul akibat produksi merosot seiring turunnya permintaan agregat masyarakat yang kemudian berdampak pada banyaknya usaha yang tutup maupun gulung tikar.
“Dampak dari resesi bersifat saling terkait dan ada efek bola salju (menggelinding dan membesar),” kata Huda dihubungi Kompas.com Selasa (22/9/2020).
• NEWS VIDEO Guna Membantu Masyarakat, Erwin Ditemani Vokalis Debu Bagikan 5000 Paket Sembako
Adapun Apabila resesi terus berlanjut menurutnya dampak lanjutan yang kemudian muncul adalah:
Akan semakin tinggi kredit macet yang disebabkan penghasilan masyarakat menurun, dan
Kemiskinan akan semakin meningkat.
Pihaknya menyebut, resesi berpotensi pula menyebabkan berkurangnya minat investor akibat daya beli masyarakat yang melemah.
Sehingga menyebabkan mereka enggan berinvestasi dan memasarkan produknya ke dalam negeri.
“Jadi efeknya seperti bola salju yang menggelinding, semakin besar masalah yang ditimbulkan dari resesi,” ujar dia.
• BURUAN KUOTA Cuma 200 Ribu! WWW.PRAKERJA.GO.ID LOGIN dan CARA Mendaftar Kartu Prakerja Gelombang 10
Yang harus dipersiapkan hadapi resesi
Menurut Huda resesi yang kemungkinan terjadi pada triwulan ke III 2020 ini beberapa hal yang harus dipersiapkan masyarakat adalah sebagai berikut:
Mengubah pola konsumsi dari konsumsi tersier ke konsumsi primer
Memperbanyak tabungan guna menghadapi krisis ekonomi (bagi yang masih ada penghasilan)
Membuka usaha baru, misalnya melalui layanan daring (online) bagi orang yang sudah kena PHK
Lebih lanjut Huda mengingatkan agar pemerintah menyiapkan diri terkait dengan resesi ini.
“Siapkan jaring pengaman sosial bagi masyarakat terdampak,” ujar dia.
Dikutip dari Kompas.com (4/8/2020), pakar finansial Ahmad Gozali menyebutkan masyarakat dapat melakukan sejumlah hal untuk bertahan di tengah resesi ekonomi.
Agar bisa bertahan saat terjadi resesi, Gozali menyebut ada beberapa hal yang secara umum bisa dilakukan, yaitu:
1. Melindungi sumber penghasilan
Sebagai karyawan menurut dia sebaiknya tidak agresif pindah pekerjaan dahulu sebelum ada kepastian pekerjaan baru lebih stabil.
"Untuk yang punya usaha, pertimbangkan kembali rencana ekspansi," kata Gozali
2. Miliki dana cadangan
Dia menyampaikan dana cadangan sebaiknya dijaga 3-12 kali pengeluaran bulanan dalam bentuk likuid.
"Artinya, kalau sekarang kurang dari itu, bisa ditambah dengan mengurangi aset risiko tinggi dan menambah likuiditas," kata Gozali.
Tahan pembelanjaan besar, terutama kredit.
• Xiaomi Redmi 9 Rp 1,7 Jutaan, Redmi Note 8 Rp 2 Jutaan, Ini Harga Terbaru HP Xiaomi September 2020
Apabila sebelumnya ada rencana kredit kendaraan atau rumah, maka perlu dipelajari lagi risikonya.
"Apakah cukup aman untuk melanjutkan rencana tersebut. Jangan terlalu memaksakan, misalnya menggunakan dana cadangan untuk bayar DP (down payment)," kata Gozali
"Intinya dana cadangan menjadi semakin penting, jangan terpakai untuk hal lain dulu. Bahkan kalau bisa ditambah," imbuhnya.
3. Tetap belanja secara rutin
"Karena pembelanjaan konsumtif rumah tangga untuk hal-hal penting di Indonesia justru menjadi salah satu pendorong ekonomi yang dominan," kata Gozali.
Perbedaan Resesi dan Depresi Ekonomi
Jumlah negara yang masuk ke jurang resesi ekonomi semakin bertambah. Baru-baru ini, Menteri Keuangan Sri MulyaniIndrawati juga memprediksi Indonesia akan terjerumus ke dalam resesi ekonomi 2020.
Lalu apa itu resesi dan apa perbedaan resesi dengan depresi ekonomi ( perbedaan resesi dan depresi ekonomi)?
Secara teknikal, resesi ekonomi adalah saat pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal berturut-turut mengalami pertumbuhan negatif secara tahunan.
Sementara itu dikutip dari The Balance, Jumat (22/9/2020), resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung dalam beberapa bulan, umumnya dalam tiga bulan lebih
Sejumlah indikator yang bisa digunakan suatu negara dalam keadaan resesi antara lain terjadi penurunan pada PDB, merosotnya pendapatan riil, jumlah lapangan kerja, penjualan ritel, dan terpuruknya industri manufaktur.
• Beli Jas Bekas di Pasar Loak Kelantan, Pria Ini Temukan Uang Jutaan di Saku, Bingung Cari Pemiliknya
Saat resesi artinya, pertumbuhan ekonomi bisa sampai 0 persen, bahkan minus dalam kondisi terburuknya. Pertumbuhan ekonomi selama ini jadi indikator utama dalam mengukur perkembangan dan kemajuan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diwakili oleh naiknya PDB.
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Beberapa variabel tersebut berupa faktor eksternal yang berada di luar kendali, seperti gejolak ekonomi global dan mekanisme pasar.
Sebagian kalangan menyebut negara bisa dikatakan mengalami resesi ketika pertumbuhan PDB sudah negatif dalam dua kuartal berturut-turut atau lebih. Namun resesi bisa saja terjadi terjadi sebelum laporan PDB triwulan dirilis.
Bisa dikatakan tidak ada definisi standar terkait perbedaan resesi dengan depresi ekonomi. Tetapi, depresi ekonomi biasanya digambarkan sebagai kondisi lebih parah anjloknya perekonomian dan berlangsung dalam wkatu yang sangat lama atau berbulan-bulan lamanya.
• Neraka Messi di Barcelona, Mental Sering Terpuruk, Gagal Jadi Kapten, Vidal Hengkang ke Inter Milan
Dikutip dari Fortune, perbedaan resesi dan depresi ekonomi bisa dilihat dari level penurunan PDB dan jangka waktunya. Depresi artinya memburuknya kondisi ekonomi yang lebih parah daripada resesi.
Resesi artinya terjadi saat PDB turun di kisaran minus 0,3 sampai 5,1 persen. Sementara depresi penurunan PDB berada di level minus 14,7 persen hingga 38,1 persen.
Jika dilihat dari jangka waktunya, lamanya resesi berlangsung selama minimal dua kuartal berturut-turut hingga 18 bulan lamanya. Sementara depresi ekonomi bisa berlangsung lebih dari 18 bulan.
Secara riil di lapangan, depresi bisa dilihat saat angka pengangguran meningkat karena pertumbuhan ekonomi yang minus dalam waktu yang panjang.
Dilihat dari skalanya, resesi dan depresi ekonomi juga berbeda. Resesi adalahseringkali terbatas oada satu negara. Sedangkan depresi biasanya cukup parah dan bisa berdampak secara global (apa itu resesi).
Great Depression
Amerika Serikat pernah mengalami masa depresi ekonomi pada tahun 1930 yang disebut dengan Great Depression/Depresi Hebat. Depresi Hebat adalah salah satu kemerosotan ekonomi paling parah dalam sejarah yang berlangsung dari 1929-1939.
Depresi Hebat dimulai di Amerika pada tahun 1929 sebagai resesi sebelum meluas secara global, terutama di Eropa.
Seperti halnya krisis ekonomi jangka panjang, tidak hanya ada satu peristiwa yang menyebabkan Great Depression, melainkan ada serangkaian peristiwa termasuk jatuhnya pasar saham pada tahun 1929 dan kekeringan yang parah di Dust Bowl pada tahun 1930-an.
• Kasus Asusila Sesama Jenis di Bontang, Bocah 8 Tahun Jadi Korban Sodom, Miris! Pelakunya Masih Belia
Ekonomi AS sendiri sudah mengalami tren menurun selama musim panas sebelum kehancuran, dengan pengangguran meningkat dan manufaktur menurun, yang akhirnya membuat saham dinilai terlalu tinggi.
Kemudian pada 24 Oktober, yang dikenal sebagai "Kamis Hitam," investor menjual hampir 13 juta saham, memberi sinyal melemahnya kepercayaan. Tak sampai situ, pengeluaran terhenti, hutang bertambah, rumah disita, dan bank mulai bangkrut.
Kejatuhan pasar saham pada Oktober 1929 saat itu memicu kepanikan yang mengakibatkan penurunan tajam dalam belanja dan investasi konsumen, menyebabkan penurunan dalam industri manufaktur, dan meningkatkan pengangguran. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/22/163000365/siap-siap-resesi-ekonomi-ini-yang-sebaiknya-dilakukan-masyarakat?page=all dan https://money.kompas.com/read/2020/09/22/163126526/mengenal-apa-itu-resesi-dan-bedanya-dengan-depresi-ekonomi?page=all