Demo Tolak UU Omnibus Law
Demo Mahasiswa Tolak UU Cipta Kerja Berlanjut, Jalan Kaki Berniat Menduduki Gedung DPRD Balikpapan
Demo Mahasiswa di Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur soal menolak UU Cipta Kerja Omnibus Law kembali berlanjut.
Penulis: Mohammad Zein Rahmatullah | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Demo Mahasiswa di Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur soal menolak UU Cipta Kerja Omnibus Law kembali berlanjut.
Sehari sebelumnya, ada aksi serupa, menuntut pembatalan UU Cipta Kerja, hingga unjuk rasa berujung ricuh.
Pengamatan TribunKaltim.co, sekitar jam 15.00 Wita, massa aksi kembali turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi menolak Omnibus Law, Jumat (09/10/2020)
Massa aksi melakukan longmarch mulai dari Traffic Light Plaza Balikpapan menuju gedung DPRD Balikpapan.
Baca Juga: Jadwal Penerapan Sanksi Tidak Pakai Masker di Samarinda, Pelanggar akan Disidang Yustisi
Baca Juga: Masih Zona Orange Covid-19, Jam Malam di Balikpapan Masih Berlaku
Baca Juga: BERITA FOTO Demo Tolak UU Cipta Kerja di Balikpapan, Terobos Gerbang DPRD Hingga Kena Gas Air Mata
Humas Massa aksi, Fandy, menyebut bahwa untuk kegiatan hari ini tetap sama seperti sebelumnya.
"Kegiatan aksi hari ini tetap sama seperti sebelumnya. Hanya saja kita hari ini harus masuk ke dalam Gedung DPRD Balikpapan," terangnya.
Pesan Rektor Demo Mahasiswa Jangan Anarkis
Universitas Balikpapan ( Uniba ) secara resmi telah mengirimkan surat kepada Presiden Republik Indonesia agar Presiden Jokowi dapat menerbitkan Perppu Cipta Kerja mengingat Undang-undang Cipta Kerja yang disahkah DPR pada tanggal 5 Oktober 2020.
UU ini mendapat penolakan yang cukup serius dari berbagai elemen masyarakat khususnya buruh dan mahasiswa.
Baca Juga: Kota Tarakan jadi Pilot Project Penukaran Minyak Jelantah dengan Emas, Hitungan Minimal Rp 10.000
Baca Juga: Dorong Pertumbuhan Investasi, PLN Kaltimra Beber Sistem Kelistrikan Kalimantan Surplus Hingga 600 MW
Begitu ujar Rektor Universitas Balikpapan, Rendy Susiswo Ismail kepada TribunKaltim.co pada Kamis (8/10/2020).
Surat dilayangkan, sebagai upaya untuk menekan jumlah penyebaran Corona atau covid-19. Alih-alih melakukan konsolidasi tatap muka.
"Mengingat saat Indonesia juga sedang menghadapi penyebaran wabah Corona atau covid 19, kerumunan massa yang menolak Undang-undang Cipta Kerja tersebut dikhawatirkan menjadi cluster baru penyebaran covid-19," katanya.
Selain itu, lanjutnya, memang terdapat beberapa hal, baik secara formil maupun materiil didalam UU tersebut yang harus dibenahi terlebih dahulu.
Pembahasan Undang-undang yang cukup krusial dan menyentuh hajat hidup orang banyak harus benar-benar dilakukan dengan baik dan sesuai kaidah pembentukan peraturan perundang-undangan.
Khususnya partisipasi masyarakat yang akan terdampak atas berlakunya Undang-undang tersebut harus dilibatkan secara optimal.
"Tentu kita semua sepakat dengan rencana pemerintah yang mengoptimalkan perputaran perekonomian dalam negeri melalui investasi, tetapi juga penting harus diperhatikan berkaitan dengan kelangsungan kelestarian lingkungan hidup, kesejahteraan pekerja dan aspek lainnya," urainya.
Rendy juga menyinggung persoalan aksi yang terjadi di berbagai daerah. Termasuk banyak dilakukan mahasiswa Uniba.
"Diharapkan peserta unjuk rasa dapat benar-benar menjalankan protokol kesehatan untuk menghindari penyebaran Covid-19 dan menjauhi hal-hal yang mengarah pada anarkisme baik oleh peserta unjuk rasa maupun aparat kepolisian yang berjaga," imbaunya.
UU Cipta Kerja Memberi Banyak Manfaat
Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja resmi disahkan menjadi Undang-undang Cipta Kerja ( UU Cipta Kerja ) melalui rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020) kemarin.
Payung hukum ini menuai banyak sekali kontroversi.
Mulai sejak direncanakan hingga di ketuk palu. Teriakan penolakan tak henti ditemui, baik secara langsung maupun ujaran di sosial media.
UU Cipta Kerja memuat 15 bab dan 174 pasal. Di dalamnya mengatur mengenai Ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.
Baca Juga: UPDATE Virus Corona di Indonesia Hari Ini, 24 Jam Terakhir Tambah 4.007 Kasus Baru Covid-19
Baca Juga: Presiden Jokowi Tekankan Pentingnya Optimisme dan Keseimbangan Hadapi Pandemi Virus Corona
Namun dinilai banyak pasal kontroversial yang memicu amarah masyarakat.
Di antaranya pasal 59 tentang jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Dimana jangka waktunya, kegiatan pekerjaan dan perpanjangan diatur pemerintah.
Juga pasal 79 ayat (2) huruf (b) yang memberikan waktu libur sehari dalam sepekan, dimana sebelumnya 2 hari.
Menurut akademisi hukum di Kota Balikpapan, Piatur Pangaribuan, bagi orang yang tidak paham akan regulasi ini memang menjadikan undang-undang ramai dibahas.
"Saya ambil dari sisi makro, sekarang itu dalam menyelesaikan persoalan, harus lintas ilmu. Enam bulan lalu saya juga dari Belanda, di sana jika menyelesaikan persoalan, sangat efektif jika lintas sektoral," mulainya.
Baca Juga: Jadwal Penerapan Sanksi Tidak Pakai Masker di Samarinda, Pelanggar akan Disidang Yustisi
Baca Juga: Masih Zona Orange Covid-19, Jam Malam di Balikpapan Masih Berlaku
Baca Juga: Cara Bikin Tubuh Tetap Bugar Selama WFH Kala Pandemi Corona ala Lembaga Anti Doping Indonesia
Menurutnya, lintas ilmu sangat penting untuk menyatukan beragam perspektif.
Ia mencontohkan, dalam menyelesaikan perkara peradilan, jika ngotot hanya satu UU saja, maka kasus tersebut akan jalan di tempat.
"Namun jika kita melihat titik temu dari simpul-simpul ini, akan jauh lebih efektif," imbuhnya.
Titik temu yang dimaksud adalah pengusaha, investor, buruh dan lainnya yang terkait. Oknum yang akan memutar roda sistem dengan lancar.
Menurutnya, selama ini sering terjadi ketidakselarasan antar pemberi kerja dan pekerja.
Untuk itu negara hadir. Jika tidak ada yang berani mencari konklusi, maka pihak tersebut akan jalan masing-masing.
Baca Juga: Plt Bupati Kukar Chairil Anwar Pimpin Rakor Aparatur, Persiapan Pilkada Kukar Kecamatan Loa Kulu
Baca Juga: Warga Karang Asam Ulu Samarinda Butuh Lampu Penerangan Jalan, Curhatan ke Calon Walikota Andi Harun
Tentu ada beberapa irisan yang negatif, tetapi irisan itu jauh lebih minim dampaknya daripada dampak besarnya.
"Jika kita melihat dari multi perspektif, kita akan bisa memahami bahwa lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya. Memang ada beberapa irisan, tapi itu minoritas dari mayoritas," urainya.
Ia melanjutkan, jika kondisi sebelum adanya UU Cipta Kerja berlangsung, perekonomian tidak akan berjalan sesuai harapan.
Secara otomatis APBD tidak akan terisi, baik APBD Kabupaten Kota hingga APBN.
"Bahkan mungkin pernyataan saya ini, banyak kawan-kawan yang tidak sepakat. Tapi bisa diuji nanti, satu dua tahun ke depan, apakah pertumbuhan ekonomi dan penanaman investasi tumbuh? Jawabannya menunggu waktu itu," pungkasnya.
(TribunKaltim.co/Mohammad zein Rahmatullah)