Demo Tolak UU Omnibus Law
Tak Tahu Soal Substansi Demo Tolak UU Cipta Kerja, DPRD Balikpapan Sesalkan Pelajar Ikut Unjuk Rasa
Gelaran aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur beberapa waktu lalu sempat ricuh
Penulis: Miftah Aulia Anggraini | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Gelaran aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur beberapa waktu lalu sempat ricuh.
Anggota DPRD Balikpapan Parlindungan menyesalkan hal tersebut. DPRD menilai aksi itu juga banyak melibatkan pelajar tingkat SMP dan SMA.
"Kami dari komisi IV sangat menyayangkan anak-anak kita dalam aksi demo tersebut," ujarnya, Senin (12/10/20).
Pasalnya, para pelajar diyakini tak mengetahui substansi aksi yang dipicu akibat disahkannya aturan sapu jagat.
Baca Juga: Tahun Ini Pengadilan Negeri Tenggarong Menerima Banyak Perkara Pengajuan Perceraian dari Wanita
Baca Juga: Kecelakaan Maut Daerah Taman Tiga Generasi Balikpapan, 1 Orang Tewas, Diduga Ada yang Tenggak Miras
Baca Juga: Kondisi Fasilitas Umum Dermaga Apung Sambaliung Berau Buruk, Bocor Nyaris Tenggelam di Dasar Sungai
"Mungkin juga mereka tidak paham apa yang mau disuarakan, disampaikan, dan dikritisi," katanya.
Politisi Partai NasDem itu pun mengaku hadir dan menyaksikan demontrasi mahasiswa bersama serikat buruh dan ormas lainnya, kemarin.
Namun, ia berharap agar kebebasan mengeluarkan pendapat dan aspirasi melalui aksi demonstrasi harus dipahami seluruh lapisan masyarakat.
"Harus paham juga dengan usia yang diperbolehkan. Untuk bertanggung jawab apa yang dia lakukan," sebutnya.
Sebab, katanya, pelajar yang belum genap berusia 17 tahun belum bisa dimintai tanggunh jawas atas aksi yang dilakukan.
"Ini kita kembalikan kepada peran orang tua dan kepada sekolah juga," tukasnya.
Ia pun meminta agar elemen masyarakat mempertimbangkan ulang jika ingin mengajak anak di bawah umur melakukan unjuk rasa.
"Kita mengimbau saja kepada sekolah-sekolah untuk ditekankan kepada murid-muridnya," imbuh Parlindungan.
Demo Mahasiswa Bergejolak Ricuh
Jam 17.20 Wita, massa aksi serentak berdiri dan bergeser ke arah kanan. Sekira 10 menit kemudian, dari arah massa aksi melempar sejumlah botol air mineral ke arah gedung DPRD.
Selang sekian menit, massa aksi bertolak secara sporadis berlari membelakangi gedung DPRD, kocar-kacir.
Beberapa ke arah pasar klandasan, sebagian memasuki gang-gang warga. Sepantauan Tribunkaltim.co, satu demonstran tumbang dan terkapar di jalan.
"Tolongin! Kena tembak itu dia," seru demonstran lain.
Tak lama, di sekitar jam 18.00 Wita, demonstran kembali merusuh. Tembakan gas asap tak terelakkan.
Melalui pengeras suara, dari mobil aparat, diserukan perintah untuk membubarkan diri. Baik itu demonstran pun masyarakat lain.
Sekejap ditimpali dari pengeras suara masjid agung yang bersuara menyerukan agar demonstran dan aparat untuk membubarkan diri sebab akan dilaksanakan ibadah sholat maghrib.
Ketika ditemui awak media TribunKaltim.co, Kapolresta Balikpapan, Turmudi menyampaikan bahwa dalam demokrasi, wajar saja mereka menyampaikan tuntutannya.
"Kita pasti mengamankan. Kantor itu aset negara, tidak boleh didudukin. Mereka (massa aksi) maunya menduduki," ucapnya.
Dalam hal masa pandemi, sambung Turmudi, Balikpapan masih dalam zona orange.
"Jangan sampai ada klaster baru. Mari berpikir jernih," sebut Turmudi yang turut menjadi korban pelemparan benda keras di bagian kiri kepala.
UU Cipta Kerja Memberi Banyak Manfaat
Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja resmi disahkan menjadi Undang-undang Cipta Kerja ( UU Cipta Kerja ) melalui rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020) kemarin.
Payung hukum ini menuai banyak sekali kontroversi.
Mulai sejak direncanakan hingga di ketuk palu. Teriakan penolakan tak henti ditemui, baik secara langsung maupun ujaran di sosial media.
UU Cipta Kerja memuat 15 bab dan 174 pasal. Di dalamnya mengatur mengenai Ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.
Baca Juga: UPDATE Virus Corona di Indonesia Hari Ini, 24 Jam Terakhir Tambah 4.007 Kasus Baru Covid-19
Baca Juga: Presiden Jokowi Tekankan Pentingnya Optimisme dan Keseimbangan Hadapi Pandemi Virus Corona
Namun dinilai banyak pasal kontroversial yang memicu amarah masyarakat.
Di antaranya pasal 59 tentang jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Dimana jangka waktunya, kegiatan pekerjaan dan perpanjangan diatur pemerintah.
Juga pasal 79 ayat (2) huruf (b) yang memberikan waktu libur sehari dalam sepekan, dimana sebelumnya 2 hari.
Menurut akademisi hukum di Kota Balikpapan, Piatur Pangaribuan, bagi orang yang tidak paham akan regulasi ini memang menjadikan undang-undang ramai dibahas.
"Saya ambil dari sisi makro, sekarang itu dalam menyelesaikan persoalan, harus lintas ilmu. Enam bulan lalu saya juga dari Belanda, di sana jika menyelesaikan persoalan, sangat efektif jika lintas sektoral," mulainya.
Baca Juga: Jadwal Penerapan Sanksi Tidak Pakai Masker di Samarinda, Pelanggar akan Disidang Yustisi
Baca Juga: Masih Zona Orange Covid-19, Jam Malam di Balikpapan Masih Berlaku
Baca Juga: Cara Bikin Tubuh Tetap Bugar Selama WFH Kala Pandemi Corona ala Lembaga Anti Doping Indonesia
Menurutnya, lintas ilmu sangat penting untuk menyatukan beragam perspektif.
Ia mencontohkan, dalam menyelesaikan perkara peradilan, jika ngotot hanya satu UU saja, maka kasus tersebut akan jalan di tempat.
"Namun jika kita melihat titik temu dari simpul-simpul ini, akan jauh lebih efektif," imbuhnya.
Titik temu yang dimaksud adalah pengusaha, investor, buruh dan lainnya yang terkait. Oknum yang akan memutar roda sistem dengan lancar.
Menurutnya, selama ini sering terjadi ketidakselarasan antar pemberi kerja dan pekerja.
Untuk itu negara hadir. Jika tidak ada yang berani mencari konklusi, maka pihak tersebut akan jalan masing-masing.
Baca Juga: Plt Bupati Kukar Chairil Anwar Pimpin Rakor Aparatur, Persiapan Pilkada Kukar Kecamatan Loa Kulu
Baca Juga: Warga Karang Asam Ulu Samarinda Butuh Lampu Penerangan Jalan, Curhatan ke Calon Walikota Andi Harun
Tentu ada beberapa irisan yang negatif, tetapi irisan itu jauh lebih minim dampaknya daripada dampak besarnya.
"Jika kita melihat dari multi perspektif, kita akan bisa memahami bahwa lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya. Memang ada beberapa irisan, tapi itu minoritas dari mayoritas," urainya.
Ia melanjutkan, jika kondisi sebelum adanya UU Cipta Kerja berlangsung, perekonomian tidak akan berjalan sesuai harapan.
Secara otomatis APBD tidak akan terisi, baik APBD Kabupaten Kota hingga APBN.
"Bahkan mungkin pernyataan saya ini, banyak kawan-kawan yang tidak sepakat. Tapi bisa diuji nanti, satu dua tahun ke depan, apakah pertumbuhan ekonomi dan penanaman investasi tumbuh? Jawabannya menunggu waktu itu," pungkasnya.
(TribunKaltim.co/Miftah Aulia dan Zein)