Berita Kaltim Terkini
Penyebab Kematian Ibu dan Anak, Dinkes Kaltim Sebut Rendahnya Pelayanan pada Bayi Baru Lahir
Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor menyatakan, ada beberapa hal krusial yang harus dituntaskannya, sebelum berakhir masa tugas September 2023.
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Aris
Kemudian terlambat merujuk. Hal ini disebabkan lambatnya identifikasi risiko, sehingga masih terjadi komplikasi saat kehamilan.
Baca juga: Ketum PGI Tegaskan Dukung Penuh Perpindahan IKN Nusantara di Kaltim
Ini dikarenakan kemampuan dan ketepatan petugas melakukan layanan Antenatal Care (ANC) terpadu yang berkualitas belum optimal.
Secara kualitas ANC terpadu masih rendah, serta pemenuhan sapras yang masih kurang untuk mendukung kualitas antenatal care (ANC terpadu).
Wilayah demografi/geografi yang cukup sulit untuk mengakses layanan kesehatan, rujukan berjenjang akibat dari terlambat mengidentifikasi yang membuat waktu terbuang yang menyebabkan terlambatnya penanganan kasus.
"Terlambat mendapatkan pertolongan di fasilitas pelayanan kesehatan (terkait dengan ketersedian sapras, kompetensi nakes dan obat-obatan/alat yang terbatas/minim). Juga komunikasi dan koordinasi masih kurang baik antara FKTP dan FKRTL," sambung dr Jaya.
Baca juga: OPD di Pemprov Kaltim Segera Selesaikan Lelang, Sri Wahyuni Beber Ada Enam yang Belum
Data kematian Neonatal (lihat grafis) terbanyak di lima daerah Kaltim yakni, Kabupaten Kukar 121 orang, Kutai Timur 65 orang, Balikpapan 60 orang, Samarinda 45 orang dan Berau 40 orang.
Sementara itu, terkait jumlah kematian bayi di Provinsi Kaltim, terbanyak Kabupaten Kukar 179 orang, Kutai Timur 72 orang, Balikpapan 71 orang, Berau 58 orang, Samarinda 50 orang.
Dijelaskan dr Jaya, lima besar penyebab kematian bayi yaitu kelainan kongenital 25 orang, diare 27 orang, pneumonia 21 orang, Covid-19 3 orang, DBD 1 orang, lain-lain 67 orang (konfirmasi 16 Januari 2023).
"Kalau untuk data lain-lain ini kami masih mengonfirmasi ke Kabupaten/Kota, karena ada data yang masih belum terhimpun semua tahun 2023, untuk secara nasional nantinya April pengiriman data ke pemerintah pusat," jelasnya.
Baca juga: Kejati Kaltim Sebut Penggeledahan Kantor BPKAD Kutim Terkait Kasus Tipikor Tahun 2019
Lebih jauh dr Jaya menjelaskan, kelainan kongenital dari tahun ke tahun ada kecenderungan terjadi peningkatan kasus, diakui pihaknya ini juga menjadi perhatian dalam penanganan pra konsepsi, dan konsepsi.
Untuk penyakit diare, pneumonia, DBD harusnya bisa ditatalaksana secara dini menggunakan MTBS.
Namun sampai saat ini masih terbatas tenaga yang sudah terlatih terkait MTBS, harapannya agar nakes baik puskesmas induk maupun pustu mendapatkan pelatihan tersebut, sehingga bisa memberikan dampak pada penurunan kematian bayi dan balita.
"Upaya kami juga memberikan pelatihan kepada para bidan dan tenaga kesehatan yang ada di Kabupaten/Kota. Ada beberapa daerah yang mengajukan pelatihan seperti Kutai Barat," tegasnya.
Baca juga: Kejati Kaltim Sebut Penggeledahan Kantor BPKAD Kutim Terkait Kasus Tipikor Tahun 2019
Sementara, untuk jumlah kematian terbesar berada pada usia 0-6 hari sebanyak 366 orang (75 persen) bayi baru lahir dari 488 orang.
Diakui dr Jaya, ini menunjukkan kualitas pelayanan neonatal pada bayi baru lahir masih rendah.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/Ilustrasi-seorang-bidan-setelah-bantu-proses-melahirkan.jpg)