Ibu Kota Negara
Lahan Milik Warga Dihargai Terlalu Rendah, DPRD sebut Masyarakat Tambah Sengsara Ada IKN Nusantara
Lahan milik warga dihargai terlalu rendah. DPRD menyebut jika seperti ini kondisinya maka masyarakat tambah sengsara dengan adanya IKN Nusantara.
TRIBUNKALTIM.CO - Proses ganti rugi lahan di kawasan IKN Nusantara, Kalimantan Timur (Kaltim) masih menyisakan polemik dengan warga sekitar.
Sejumlah warga merasa lahan milik yang masuk kawasan IKN Nusantara dihargai terlalu rendah, hal ini diamini anggota DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Jika hal ini dibiarkan maka menurut anggota DPRD PPU, dengan adanya IKN Nusantara, masyarakat malah bertambah sengsara.
Harga ganti rugi lahan sebagian warga untuk Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim, dikeluhkan karena dinilai terlalu rendah.
Bahkan ada warga yang terima uang ganti rugi, ketika dibagi dengan total luasan lahannya, hanya dihargai sekitar Rp 14.000 per meter.
"Ini enggak masuk akal. Kami terima keluhan masyarakat, masa ada yang terima Rp 14.000 per meter.
Kami minta ditinjau ulang, bila perlu tim appraisal itu yang dievaluasi," ungkap Sekretaris Komisi I DPRD PPU Sariman kepada Kompas.com, Kamis (15/6/2023).
Hal itu dialami salah satu warga di Desa Bumi Harapan.
Dikutp TribunKaltim.co dari kompas.com, Sariman bilang warga itu punya lahan seluas 13.200 meter persegi terkena KIPP IKN dan dibebaskan pemerintah.
Setelah dinilai tim appraisal, total uang yang diganti rugi atas lahan seluas itu senilai Rp 190.384.111.
Tim penilai tanah tidak merincikan harga per meter saat menyerahkan surat hasil penilaian ganti rugi lahan warga.
Warga biasanya membagi sendiri total uang yang diterima dengan luas lahannya untuk dapat harga per meter.
Baca juga: Luhut Ungkap Alasan Gunakan Tenaga Kerja Asing di Proyek IKN Nusantara, Minta Lihat Sisi Positifnya
"Coba kita hitung total uang Rp 190.384.111 jika dibagi luas lahan 13.200 meter persegi dapatnya Rp 14.423 per meter.
Ini sangat tidak adil," urai Sariman.
Kompas.com menerima foto surat rincian harga ganti rugi lahan warga itu dari Sariman.
Dalam surat itu tertera luas terkena KIPP IKN 13.200 meter persegi.
Ada pun rincian ganti rugi :
1. Tanah Rp 190.384.111.
2. BPHTB sebesar Rp 6.519.206
3. PPAT sebesar Rp 1.903.841
4. Masa tunggu bunga deposit bank pemerintah Rp 1.192.843.
Total Rp 200.000.000.
Jumlah ini yang dinilai pergantian wajar oleh tim appraisal untuk diberikan ke warga pemilik tanah.
Tapi, bagi Sariman itu tidak wajar.
Baca juga: Ekspor Pasir Laut Disebut Demi Muluskan Investasi Singapura di IKN Nusantara, Penjelasan Menteri KKP
Menurutnya, nilai ganti rugi yang rendah ini akan bikim masyarakat tambah sengsara.
Mereka tidak mampu lagi membeli lahan baru di sekitar IKN, apalagi seluas dengan lahan yang diberikan warga untuk KIPP IKN.
"Kalau begini caranya masyarakat tambah sengsara dengan ada IKN.
Mereka sudah kehilangan kebun berhektar-hektar, rumah, dan lain-lain tapi terima duit segitu, mau beli lagi pun enggak bisa," tegas Sariman.
Sebelumnya, Deputi Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Masyarakat Otorita Ibu Kota Negara (IKN), Alimuddin juga meminta agar tim pengadaan tanah KIPP IKN segera mengkaji ulang atas kasus ini.
Dia mengaku sudah menghubungi pihak-pihak terkait pengadaan tanah warga untuk Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN agar melakukan peninjauan ulang terhadap kasus tersebut.
Menurutnya, meski tim appraisal (penilai) tanah punya otoritas penuh atas penilaian objek harga tanah yang hendak dibebaskan, namun warga juga tetap punya hak untuk mempertanyakan dasar penilaian.
"Saya secara pribadi dan kedeputian minta agar ditinjau ulang. Saya sudah komunikasi dengan orang-orang yang berhubungan dengan kegiatan itu," ungkap Alimuddin saat dihubungi Kompas.com, Selasa (13/6/2023).
Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Penajam Paser Utara (PPU), sekaligus Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah KIPP IKN, Ade Chandra Wijaya belum merespon saat dikonfirmasi melalui panggilan telpon dan pesan singkat.
Warga Pilih ke Pengadilan
Sebagian warga yang merasa besaran ganti rugi lahan miliknya yang masuk kawasan IKN Nusantara terlalu rendah memilih ke pengadilan demi mendapatkan nilai yang lebih layak.
Warga merasa lahan miliknya dihargai terlalu rendah, padahal lokasi sangat dekat dengan Titik Nol di IKN Nusantara.
Baca juga: Daftar Fasilitas untuk ASN yang akan Pindah ke IKN Nusantara Kaltim, MenpanRB: agar Nyaman Bekerja
Ada enam warga di Desa Bumi Harapan menolak melepas lahannya untuk Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN).
Alasan warga karena menganggap harga ganti rugi yang ditawarkan tim appraisal terlalu rendah.
Kini, ke enam warga tersebut mulai jalani proses sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim).

"Ada 6 warga yang sudah ajukan keberatan, mereka sedang sidang di pengadilan.
Saya dipanggil sebagai saksi," ungkap Tommy Thomas, warga Desa Bumi Harapan saat dihubungi Kompas.com, pada Senin (12/6/2023).
"Setelah ini nanti 5 warga lagi menyusul, jadi ada 11 warga," sambung Thommy seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.
Ronggo Warsito dan Iwan Sunaryo (42) merupakan dua dari enam warga yang menolak harga ganti rugi dan sedang berproses di Pengadilan Penajam.
Keduanya juga mengakui ada empat warga lain juga menjalani sidang yang sama, sehingga mereka berjumlah enam orang.
"Kami ada enam orang lagi proses sidang di pengadilan karena menyanggah harga ganti rugi (lahan KIPP) terlalu rendah," ungkap Ronggo, saat dihubungi terpisah.
Ronggo menuturkan, harga lahan dan bangunan rumahnya yang ditawarkan tim appraisal sebesar Rp 585.000 per meter persegi.
Bagi dia, harga tersebut terlalu rendah, belum sesuai keinginannya.
“Ada warga yang harga ganti rugi Rp 1,5 juta. Padahal, lokasinya agak jauh dari titik nol.
Saya yang rumah dekat dengan titik nol, hanya berjarak 400 meter dikasih harga Rp 585.000.
Saya tolak,” tegas Ronggo.
Karena menolak, Ronggo mengajukan permohonan keberatan ke PN Penajam dan meminta agar lahannya bisa dihargai dengan Rp 1,5 juta–Rp 3 juta.
“Kami sudah beberapa kali mengikuti sidang. Ini sudah (sidang) pembuktian.
Kami bukan tolak IKN, kami dukung 100 persen tapi tanah kami mesti diganti untung, jangan ganti rugi,” pungas Ronggo. Iwan Sunaryo juga mengutarakan alasan serupa.
Warga RT 010 Desa Bumi Harapan ini mengatakan, lahannya seluas 700 meter persegi sudah sertifikat hak milik (SHM). Lahan itu sudah dia buat kaplingan.
“Tapi tim oleh tim appraisal dikasih harga Rp 600.000 per meter, saya tolak. Harga di tempat lain sudah lebih daripada itu.
Saya minta Rp 1,5 juta. Soalnya ada warga yang dapat harga (ganti rugi) segitu,” ungkap Iwan.
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan MA RI (Perma) Nomor 2/ 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan MA Nomor 3/ 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 5 menyebutkan bagi warga yang menolak, mengajukan permohonan keberatan ke pengadilan paling lama 14 hari setelah tanggal dilaksanakannya musyawarah penetapan ganti kerugian.
Permohonan meliputi uraian keberatan, beserta dokumen pendukung lainnya.
Selanjutnya, uraian keberatan itu akan diperiksa dan diputuskan hakim tunggal atau majelis hakim sesuai urutan jadwal persidangan mulai sidang pertama hingga putusan.
Sekretaris Camat Sepaku, Hendro Susilo mengakui, ada warga yang sudah berproses di pengadilan karena menolak nilai ganti rugi terlalu kecil.
“Proses di PN bagian dari proses akhir. Ketika seorang tidak menerima hasil dari tim appraisal.
Dia tidak mau tanda tangan setuju, artinya dia menolak,” ungkap dia.
Hendro menilai, masalah penolakan warga ini dipicu karena opsi pilihan ganti rugi yang disiapkan hanya berupa uang.
“Mereka (warga) ini tidak menerima karena tidak sesuai harga.
Pergantian ini tidak hanya uang, bisa berupa lahan, pemukiman kembali, saham dan lainnya.
Sayangnya, alternatif lain itu yang selama ini belum ada.
Yang tersedia saat ini hanya ganti duit saja,” terang dia.
Sementara, di saat bersamaan, ada warga juga menginginkan lahan pengganti bukan uang.
Hendro belum mengetahui persis data jumlah warga yang menolak melepas lahannya pun sebaliknya.
Deputi Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Masyarakat Otorita IKN, Alimuddin mengakui belum tersedia pilihan lain selain ganti uang.
Tapi, pihaknya sedang mengupayakan ada lokasi untuk permukiman baru bagi masyarakat.
“Memang dalam tahap pembebasan lahan ini, kesannya memang tidak disampaikan.
Tapi, kami sedang siapkan itu (permukiman ulang). Nanti kita ada lahan khusus,” ungkap Alimuddin.
Untuk diketahui, dari luas 6.671,55 hektar yang ditetapkan sebagai KIPP IKN, sebanyak 12 persen atau 817,89 hektar lahan yang harus dibebaskan pemerintah.
Karena, lahan tersebut merupakan penguasaan masyarakat dari tiga desa yakni:
- Desa Bumi Harapan seluas 345,81 hektar,
- Desa Bukit Raya 0,01 hektar dan
- sisanya masuk Kelurahan Pemaluan.
Pemerintah sedang membebaskan sebagian lahan di Desa Bumi Harapan untuk tahap I.
Selanjutnya, tahap II sebanyak 45 warga pemilik kebun dan bangunan dan tahap III sebanyak 62 warga yang bakal dibebaskan.
Baca juga: Jokowi Izinkan Tenaga Kerja Asing Jadi Pengawas Pembangunan IKN Nusantara, Alasan Luhut Pakai Bule
(*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Ibu Kota Negara
IKN
IKN Nusantara
lahan
ganti rugi lahan ikn
DPRD
PPU
Penajam Paser Utara
TribunKaltim.co
Daftar Nama-nama Kabupaten Kota yang Bebas Malaria, Diumumkan di IKN Nusantara |
![]() |
---|
Strategi Atasi Kemacetan Balikpapan sebagai Penyangga IKN, Lebarkan Jalan hingga Usulan Bus Sekolah |
![]() |
---|
35 Daerah Terima Sertifikat Eliminasi di Puncak Peringatan Hari Malaria Sedunia di IKN Nusantara |
![]() |
---|
Tempat Sampah Terpadu dan IPAL di IKN Nusantara Dibangun Juli Ini, 2024 Tuntas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.