Horizzon
Posisi Kejaksaan di Proyek DAS Ampal
'Bencana' paling krusial yang dialami warga Balikpapan terkait proyek DAS Ampal adalah munculnya sikap putus asa dari publik.
Penulis: Ibnu Taufik Jr | Editor: Syaiful Syafar
Oleh: Ibnu Taufik Juwariyanto, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim
DEBU dan air menggenang yang menjadi keluhan warga Balikpapan di kawasan MT Haryono terkait proyek DAS Ampal barangkali memang menjengkelkan.
Bagaimana tidak, proyek senilai Rp 136 miliar dengan sistem tahun jamak yang dimulai sejak Agustus 2022 ini hingga berakhirnya tahun anggaran 2023 tetap belum kelar.
Pemkot Balikpapan melalui Dinas Pekerjaan Umum masih harus memberikan waktu tambahan selama 50 hari untuk memastikan proyek ini tak semakin merugikan masyarakat.
Nyaris semua pihak merasa kecewa dengan situasi tersebut, tak terkecuali Pemkot Balikpapan tentu juga merasa dipermalukan oleh pemegang proyek DAS Ampal ini.
Berlarut-larutnya pengerjaan proyek ini membuat kawasan MT Haryono, satu dari sekian kawasan pusat bisnis di Balikpapan menjadi berdebu, becek, dan licin saat hujan dan terlihat semrawut.
Baca juga: Covid-19 Kembali untuk Ikut Pilpreskah?
Tak hanya itu, beton-beton proyek dan alat berat yang ada di lokasi proyek bersinggungan langsung dengan pengguna jalan yang tentu tidak hanya mengganggu, tetapi juga membahayakan pengguna jalan di MT Haryono.
Meski keberadaan debu, becek saat hujan, membahayakannya beton dan alat berat di proyek tersebut tentu masalah yang selama ini dikeluhkan publik.
Namun sesungguhnya, poin-poin tersebut bukanlah hal paling krusial yang menjadi masalah bagi warga Balikpapan.
'Bencana' paling krusial yang dialami warga Balikpapan terkait proyek DAS Ampal adalah munculnya sikap putus asa dari publik.
Tanda tanya besar semua pihak atas apa yang terjadi dengan proyek DAS Ampal yang tidak pernah terjawab membuat publik memilih pasrah dan harus mahfum dengan kenyataan di depan mata yang setiap hari dihadapi.
Rasa frustrasi publik Balikpapan ini jika tak dikelola dengan baik akan berkembang menjadi sikap apatis yang boleh jadi berujung pada menguatnya rasa tak percaya pada keberadaan negara di kehidupan kita.
Baca juga: Debat Cawapres, Apa Urgensinya?
Semua tentu bermula pada kekecewaan, rasa penasaran yang tak pernah terjawab.
Padahal, saat proyek ini dimulai, publik memberikan apresiasi luar biasa kepada Pemerintah Kota yang berani membuat terobosan untuk menyelesaikan masalah banjir berkepanjangan di kawasan tersebut.
Bermula dari sebuah harapan besar, kemudian kecewa lantaran semua tanya tak pernah terjawab dan semua upaya menemukan jalan buntu dan ujungnya, publik merasa benar-benar putus asa. Apalagi jawaban yang diperoleh adalah sebuah narasi adanya kekuatan besar di balik proyek DAS Ampal.
Entah dari mana sumbernya, yang pasti jawaban itu akan sulit dikonfirmasi kebenarannya, meski bukan hal yang muskil untuk kita telusuri akurasinya.
Kita coba pelan-pelan untuk merunut kembali bagaimana elemen-elemen yang menjadi kekuatan civil society telah berupaya untuk 'melawan' atau mencari jawab atas apa yang ada di balik proyek DAS Ampal.
Selain pernah ada sejumlah somasi dari warga terkait proyek tersebut, wakil rakyat yang ada di DPRD Balikpapan juga sudah menjalankan perannya sebagai fungsi kontrol.
Baca juga: Netralitas yang Sudah Berubah Makna
Entah serius atau basa-basi, DPRD Balikpapan pernah memanggil dinas terkait termasuk rekanan, plus pernah melakukan upaya menghentikan pekerjaan, atau tepatnya mengarahkan prioritas pekerjaan.
Lagi-lagi entah upaya itu serius atau basa-basi dan sekadar menggugurkan kepatutannya, wakil rakyat sudah melakukan apa yang harus mereka lakukan. Namun proyek DAS Ampal tetap saja tak tersentuh.
Tanya besar terkait ada apa di balik proyek DAS Ampal masih menjadi tanya tak terjawab.
Kejanggalan lain yang tak bisa dikesampingkan adalah peran aparat penegak hukum yang seolah tak pernah hadir menjawab keresahan publik.
Meski tidak ada indikator yang sahih untuk didiskusikan, seharusnya Kejaksaan atau unit khusus Tipikor di kepolisian sudah memiliki alasan yang cukup untuk hadir dan memberikan jawaban atas keresahan ini.
Bukankah esensi dasar keberadaan aparat penegak hukum adalah memberikan rasa keadilan bagi masyarakat?
Baca juga: Sakit Menahun Demokrasi Indonesia
Nah, apakah kejaksaan tidak melihat bahwa proyek DAS Ampal telah mencederai rasa kepercayaan publik terhadap negara yang harusnya hadir di DAS Ampal?
Boleh jadi apa yang disebut dengan Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) sudah tidak ada lagi.
Namun bukankah peran kejaksaan sebagai pengaman aset atau setidaknya pendampingan pemerintah tetap melekat di institusi kejaksaan.
Pertanyaan tentang posisi kejaksaan ini tentu tidak otomatis linear dengan mengembangkan dugaan adanya korupsi di proyek tersebut. Ini soal bagaimana menciptakan rasa keadilan di masyarakat. Termasuk kepolisian tentunya hal ini juga melekat.
Ketika upaya somasi dan pengawasan dari wakil rakyat melalui lembaga dewan mentok, seharusnya aparat penegak hukum memberikan pemahaman kepada publik. Ada atau tidak adanya delik di proyek tersebut, mereka sudah seharusnya proaktif tampil memberikan pencerahan.
Baca juga: Semua Salahnya Pawang Hujan
Tak hanya kejaksaan, Dinas PU Balikpapan seharusnya juga tampil paling depan memberikan edukasi, memberikan jawaban atas sejumlah tanya dari publik yang tak pernah terjawab.
Memahami kondisi psikologis publik Balikpapan, sudah seharusnya Pemerintah kota Balikpapan dalam hal ini Dinas PU harus berinisiatif memberikan penjelasan tentang apa yang sedang terjadi.
Tak perlu menunggu sikap media yang bertanya mewakili publik, tapi Pemerintah Kota atau Dinas PU harus menunjukkan inisiatif memberikan jawaban. Bukan justru membuat banyak alasan ketika disodori pertanyaan.
Terkait dengan hal ini, publik hanya ingin mendapat kepastian bahwa posisi Pemerintah Kota Balikpapan, dalam hal ini adalah Dinas PU adalah bagian terpisah dari pelaksana proyek, bukan satu kesatuan dari pemegang proyek yang disoal oleh publik.
Untuk poin ini tentu posisinya sama dengan kejaksaan, bahwa apparat penegak hukum tidak berada pada pihak yang sama dengan pelaksana proyek, tetapi istiqomah di posisi penegak hukum yang memberi rasa keadilan kepada masyarakat. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.