Horizzon
Menanti Vonis untuk Junaedi
Tidak hanya keluarga Waluyo, publik Penajam Paser Utara tentu tengah menanti ketok palu hakim untuk Junaedi, pelaku pembunuhan keji pada 6 Februari
Penulis: Ibnu Taufik Jr | Editor: Syaiful Syafar
Oleh: Ibnu Taufik Juwariyanto, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim
TIDAK hanya keluarga Waluyo, publik Penajam Paser Utara tentu tengah menanti ketok palu hakim untuk Junaedi, pelaku pembunuhan keji terhadap Waluyo, istri, dan ketiga anaknya yang terjadi pada 6 Februari 2024 lalu.
Untuk mengekspresikan tuntutan mereka mendapatkan keadilan dilakukan dengan terus menghadiri persidangan yang digelar secara tertutup di PN Penajam ini.
Terakhir, keluarga Waluyo ini bahkan sempat bersitegang dengan Jaksa ketika mereka memrotes JPU hanya menuntut 10 tahun penjara untuk Junaedi.
Selain keluarga Waluyo, kita juga tahu bagaimana publik Penajam Paser Utara dan Kalimantan Timur juga menantikan berapa hukuman yang bakal dijatuhkan untuk Junaedi, siswa SMK yang menjadi pelaku tunggal dari kasus pembunuhan yang bisa dibilang keji ini.
Baca juga: Keadilan untuk Waluyo yang Pasti jadi Kontroversi
Sejenak kita kembali ke peristiwa 6 Februari 2024 lalu.
Pembunuhan tersebut dilakukan oleh Junaedi tengah malam.
Lima nyawa, mulai dari Waluyo, istri, dan ketiga anaknya dihabisi menggunakan parang yang sudah disiapkan oleh Junaedi yang rumahnya hanya bersebelahan dengan rumah korban.
Dalam keterangan kepada penyidik, Junaedi juga menyiapkan senter dan ia gunakan untuk menerangi wajah Junaedi saat akan mengeksekusi korban.
Junaedi juga mengakui bahwa ia sengaja mematikan listrik di rumah korban sebelum menjalankan aksinya.
Baca juga: Pesan Krusial dari Babulu
Dari pemeriksaan otopsi terhadap kelima korban, diketahui pula bahwa cara Junaedi menghabisi kelima korbannya tergolong sadis.
Dari jumlah luka dan kedalaman luka, tak berlebihan jika Junaedi menghabisi nyawa para korbannya dengan cukup sadis.
Ini tentu masih ditambah dengan fakta lain di mana dua dari lima korban pembunuhan tersebut, yaitu istri dan anak pertama Waluyo ditemukan dalam keadaan setengah telanjang.
Junaedi disebut mengakui telah memerkosa dua korban yang telah dibunuhnya.
Dari fakta-fakta tersebut, publik tentu geram dan berharap pelaku mendapatkan hukuman setimpal atas perbuatan yang telah menimbulkan trauma tersebut.
Baca juga: Waktu Balas Dendam
Publik sempat mengekspresikan kemarahan mereka terhadap Junaedi dengan cara membully akun sosial media dari Junaedi.
Tentu tak perlu dijelaskan bagaimana kemarahan keluarga Waluyo terhadap Junaedi atas pembunuhan sadis yang menghabisi seluruh keluarga Waluyo.
Publik dan keluarga Waluyo berhak menuntut keadilan atas pembunuhan sadis 6 Februari 2024 lalu. Namun keadilan bukan sama maknanya dengan balas dendam.
Sebab Junaedi, siswa SMK yang duduk di kursi terdakwa juga berhak memperoleh keadilan.
Hukum peradilan anak yang diatur di dalam UU Nomor 11/2012 mengatur banyak hal tentang peradilan anak.
Selain pembatasan dalam menjatuhkan pidana terhadap anak UU tersebut juga membatasi waktu penahanan sekaligus penyidikan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.
Baca juga: Raung Sirene Demokrasi dari Bulaksumur
Ini tentu membawa konsekuensi termasuk peluang tidak tuntas dan komprehensif terkait penyidikan dalam kasus ini.
Satu yang hampir tidak masuk akal dan tidak terungkap adalah tidak adanya penyesalan dalam diri terdakwa.
Jika Junaedi adalah bagian dari anak-anak normal lainnya, tentu ada sisi psikologis yang tidak seimbang akibat peristiwa tersebut. Atau barangkali memang ada yang tidak wajar dalam aspek-aspek kejiwaan yang bersangkutan.
Kita berharap penyidik melalui JPU dapat membawa konteks secara utuh peristiwa pidana yang membawa Junaedi ke pengadilan ini, plus Junaedi melalui kuasa hukumnya bisa memberi perspektif sebaliknya sehingga Majelis Hakim memahami secara utuh peristiwa pembunuhan keji di Babulu Laut ini berikut motif dan juga aspek lain yang menyertai peristiwa tersebut.
Majelis hakim butuh perspektif yang lebih luas untuk menjatuhkan vonis terhadap Junaedi.
Baca juga: Ironi Demokrasi Basa-basi
Palu hakim bukanlah besar kecil hukuman yang dijatuhkan, melainkan putusan yang memberikan keadilan kepada semua pihak, tak terkecuali bagi Junaedi.
Mengatasnamakan Tuhan dan atas nama keadilan dalam setiap keputusanya, majelis hakim juga memiliki kewenangan untuk memberi putusan yang barangkali di luar dari batas-batas hukum formal.
Putusan hakim juga bakal menjadi yurisprudensi alias pijakan hukum bagi kasus-kasus serupa yang barangkali terjadi di kelak kemudian hari.
Kita patut percaya dengan apa pun yang akan dijatuhkan oleh majelis hakim PN Penajam dalam kasus ini.
Kita percaya, putusan untuk Junaedi bukanlah putusan yang sederhana, dengan mengatasnamakan Tuhan, hakim akan memberikan putusan yang memberikan rasa keadilan untuk semua, untuk Waluyo, publik termasuk untuk Junaedi. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.