Sidang Vonis Kasus Pembunuhan Babulu
Orangtua Junaedi Sempat Minta Keringanan Hukuman Meski Anaknya Bunuh 5 Orang dalam Satu Keluarga
Ibu Junaedi sempat minta keringanan hukuman meski anaknya bunuh 5 orang dalam satu keluarga di Babulu Laut, Penajam Paser Utara.
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Rita Noor Shobah
TRIBUNKALTIM.CO - Ibu dari Junaedi sempat minta keringanan hukuman meski anaknya bunuh 5 orang dalam satu keluarga di Babulu Laut, Penajam Paser Utara.
Junaedi, terdakwa pembunuhan satu keluarga di Babulu Laut, Penajam Paser Utara, divonis 20 tahun penjara.
Vonis ini mengecewakan bagi keluarga korban.
Vonis ini juga tak sesuai keinginan orangtua Junaedi.
Terungkap, Ibu dari Junaedi sempat meminta keringanan hukuman untuk anaknya.
Sebelum sidang terakhir, keluarga Junaedi yakni ibunya, datang ke persidangan.
Ia diberikan kesempatan untuk memberi permohonan dan harapan terhadap tuntutan yang JPU berikan (JPU menuntut Junaedi 10 tahun penjara-Red).
Namun, dalam persidangan Majelis Hakim mengungkap bahwa keterangan atau harapan dari pihak keluarga terdakwa tidak dapat menjadi pertimbangan untuk mengurangi hukuman Junedi.
Junaedi sendiri nampak tak bereaksi mendengar vonis 20 tahun penjara yang dijatuhkan hakim kepadanya.
Sementara keluarga korban menangis sejak hakim membacakan kronologi kasus hingga vonis kepada terdakwa.
Baca juga: Detik-detik Hakim Jatuhkan Vonis Kepada Junaedi, Pembunuh 1 Keluarga di Babulu Diam Tanpa Ekspresi
Baca juga: DPRD PPU Pastikan Kawal Revisi UU Perlindungan Anak Pasca Vonis terhadap Junaedi
Baca juga: Kuasa Hukum Kecewa atas Vonis Junaedi, Ungkap Manfaatkan UU Perlindungan Anak untuk Kejahatan
Sidang perkara pembunuhan sadis satu keluarga Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dengan terdakwa Junaedi, tiba pada agenda putusan.
Majelis hakim memvonisnya 20 tahun penjara. Hukuman ini 10 tahun lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang hanya 10 tahun.

Persidangan berlangsung kurang lebih dua jam di Pengadilan Negeri (PN) Penajam, Rabu (13/3/2024), sejak pukul 09.30 WITA. Pagi itu pula keluarga korban dan warga sudah memenuhi jalanan di depan pintu masuk gedung pengadilan.
Mereka menggotong kain putih bertuliskan antara lain:
"Kami masyarakat PPU meminta keadilan".
“Jangan dzolimi kami dengan undang-undang perlindungan anak".
"Pak hakim buka hatimu".
"Gantung Junaedi bangsat."
"Kami hadir untuk saudara kami yang menjadi korban pembunuhan." dan berbagai kalimat lainnya.
Sidang dilaksanakan secara terbuka, namun tetap dibatasi.
Hanya sekitar 8 orang perwakilan keluarga, media, serta kuasa hukum yang menyaksikan jalannya sidang.
Terdakwa Junaedi juga dihadirkan langsung dalam persidangan.
Ia mengenakan kemeja putih, celana panjang berwarna hitam dan masker.
“Terdakwa silakan dihadirkan,” ucap Majelis Hakim, sesaat sebelum Junaedi diantar masuk oleh pihak kepolisian.
Ia mengenakan kemeja putih dan celana panjang berwarna hitam, juga turut mengenakan masker.
Saat melangkah memasuki ruang persidangan, ia terlihat biasa saja.
Baca juga: Divonis 20 Tahun Penjara, Begini Reaksi Junaedi Terdakwa Kasus Pembunuhan Sadis di Babulu PPU
Tidak ada gerak-gerik yang memperlihatkan penyesalan terhadap perbuatannya.
Junaedi juga cukup sehat dan bugar, terlihat dari caranya berjalan tegap dan tak gontai, serta duduk kurang lebih selama dua jam di depan Majelis Hakim.
Saat Majelis Hakim bergantian membacakan pokok perkara, Junaedi tetap terlihat tenang, dan terus menunduk, mendengarkan saksama apa yang dibacakan hakim.
Dalam persidangan Majelis Hakim juga menyampaikan, tak ada masalah dengan kondisi kesehatan Junaedi.
Berdasarkan pemeriksaan rumah sakit, fisiknya bugar dan psikologinya juga tidak bermasalah atau dinyatakan sehat.
Hingga Hakim Ketua mengetuk palu usai membacakan vonis 20 tahun penjara, Junaedi juga tak bereaksi apapun.
Ia kemudian berdiri dan berjalan meninggalkan ruang sidang seperti biasa dengan pengawalan pihak kepolisian.
Menahan Amarah
Suasana cukup dramatis di depan ruang sidang anak.
Mujiono adik kandung korban Waluyo, terlihat tak kuasa menahan air mata saat hakim membacakan kronologi kejadian hingga vonis.
Ketika hakim mengetok palu, anggota keluarga yang lain juga tak kuasa menahan amarah.
Dengan langkah gontai mereka berjalan keluar dari area ruang sidang, ada pula yang memukul dinding gedung pengadilan, sembari menangis dan berteriak.
Beberapa ada yang harus dibantu berjalan oleh anggota keluarga karena tak kuasa mendengar putusan yang tidak sesuai dengan harapan mereka.
Sementara di luar gedung pengadilan, massa yang membawa spanduk juga beberapa kali memaksa untuk masuk.
Mereka mendorong pagar gedung pengadilan dan berusaha memanjat, meski digagalkan oleh aparat kepolisian.

Pertimbangan Perlindungan Anak
Juneadi menghabisi nyawa lima orang sekaligus, memutus generasi dari keluarga korban Waluyo.
Persidangan Junaedi digelar sejak 27 Februari 2024 lalu, dengan 8 kali persidangan.
Mulai dari agenda pembacaan dakwaan, pembuktian, keterangan 7 orang saksi dari JPU.
Kemudian saat pemeriksaan saksi, terdakwa dan penasihat hukumnya tidak menghadirkan saksi dan alat bukti lainnya, maka langsung pada agenda tuntutan.
Selanjutnya agenda replik dan duplik.
Baca juga: Junaedi Divonis 20 Tahun Penjara, Keluarga Korban Minta Revisi Undang-undang Perlindungan Anak
Namun sebelum sidang terakhir, keluarga Junaedi yakni ibunya, datang ke persidangan.
Ia diberikan kesempatan untuk memberi permohonan dan harapan terhadap tuntutan yang JPU berikan, yakni 10 tahun penjara.
Namun, dalam persidangan Majelis Hakim mengungkap bahwa keterangan atau harapan dari pihak keluarga terdakwa tidak dapat menjadi pertimbangan untuk mengurangi hukuman Junedi.
Juru Bicara PN Penajam, Amjad Fauzan mengatakan, sebelum memutus vonis 20 tahun, Majelis Hakim sudah melalui berbagai pertimbangan.
Baik dari pihak korban maupun pihak terdakwa. Sebelum memutus perkara pun, jeda yang dibutuhkan cukup lama untuk bermusyawarah.
Majelis Hakim tidak ingin ada keterangan yang terlewatkan, sebagai bahan pertimbangan sebelum menjatuhkan vonis.
"Ada kekecewaan tetapi hakim punya pertimbangan khusus, cukup berat juga dan penundaannya kan cukup alot," ucapnya.
Kedua pihak diberikan kesempatan untuk mengajukan upaya hukum lainnya, apabila menolak putusan yang ada.
Bagi korban diberi waktu tujuh hari untuk mengajukan banding, begitu juga dengan terdakwa yang bisa mengajukan grasi ke presiden.
"Masing-masing pihak baik korban maupun anak, punya hak untuk mengajukan upaya hukum," tambahnya.
Dalam persidangan, Majelis Hakim membeberkan bahwa terdakwa Junaedi melakukan kejahatan sebelum usia 18 tahun, sehingga masih dikategorikan anak.
Anak tidak bisa dihukum mati atau dipenjara seumur hidup, karena berkaitan dengan hak anak, atau dilindungi Undang-undang Perlindungan Anak.
Kuasa Hukum Korban Nyatakan Banding
Kuasa hukum keluarga korban, Asrul Paduppai, menyatakan ketidakpuasan terhadap putusan hakim.
Hanya saja, pihaknya tidak bisa menentang begitu saja atas keputusan majelis hakim.
"Kami tidak bisa mengintervensi putusan dari majelis hakim, namun kami masih punya upaya hukum selanjutnya dengan banding," ujar Asrul.
Menurut Asrul Paduppai, sejak awal keluarga korban hanya ingin terdakwa dihukum mati, atau penjara seumur hidup.
Berbagai upaya telah dilakukan, berharap agar Majelis Hakim mengabulkan permohonan mereka.
Terbaru, pada sidang sebelumnya pihaknya telah bersurat resmi kepada Ketua Pengadilan Negeri Penajam, yang berisi permohonan untuk memberikan hukuman yang sesuai harapan keluarga.
"Kita sampaikan dengan bersurat resmi ke Ketua PN cq Majelis Hakim Perkara Nomor: II/Pidsus Anak, kami bacakan langsung juga di persidangan pada Jumat lalu," ungkapnya.
Putusan hari ini kata Asrul tidak dapat diterima oleh pihak keluarga, karena dirasa tidak ada asas keadilan untuk para korban.
Ia pun menyatakan positif akan mengajukan banding, agar harapan keluarga dapat terpenuhi.
"Kami menyatakan banding, keluarga korban belum menerima putusan hakim pada hari ini tapi kami sebagai kuasa hukum korban menghormati putusan Majelis Hakim," jelasnya.
Baca juga: Juru Bicara PN Penajam Beber Alasan Terdakwa Junaedi Divonis Hanya 20 Tahun Penjara
JPU Pikir-pikir
Meski keluarga korban menginginkan upaya hukum lanjutan, yakni banding demi rasa keadilan untuk kelima korban, Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum bisa memberikan sikap.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) PPU Faisal Arifuddin mengatakan, pihaknya terlebih dulu harus mempelajari putusan Majelis Hakim.
Mulai dari pertimbangan Majelis Hakim baik secara yuridis maupun normatif, sehingga menjatuhkan vonis penjara 20 tahun.
"Kami berdasarkan UU diberikan waktu selama tujuh hari untuk pikir-pikir, apakah menerima putusan tersebut atau mengajukan upaya hukum banding," terangnya.
Kata dia, 20 tahun memang tidak adil jika dilihat dari sisi korban, tetapi bagi JPU, tidak bisa hanya melihat dari satu sisi saja.
"Itu akan jadi pertimbangan kami juga, kami mewakili korban melalui negara terkait dengan penanganan perkara," ujarnya.
KESEPAKATAN DPRD PPU & WARGA
* Dukung revisi Undang-Undang Perlindungan Anak
* Alasannya: UU Perlindungan Anak tak lagi relevan
* Hukuman maksimal peradilan anak harus disamakan dengan peradilan umum, dan mempertimbangkan akibat tindakan kejahatannya
* Acuan vonis maksimal tidak didasarkan pada umur
* Anak di bawah umur saat ini mampu melakukan tindakan kriminal melampaui batas usia mereka (*)
Ikuti berita menarik lainnya di saluran whatsapp dan google news Tribun Kaltim
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.