Horizzon
3 Kebohongan Paling Epic
Bodoh berbeda dengan dungu, yang dimaknai sebagai tingkat kecerdasan yang rendah.
Penulis: Ibnu Taufik Jr | Editor: Syaiful Syafar
Oleh: Ibnu Taufik Juwariyanto, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim
BODOH adalah sebuah kondisi atau keadaan di saat kurangnya pemahaman terhadap sesuatu informasi yang bersifat subjektif.
Bodoh berbeda dengan dungu, yang dimaknai sebagai tingkat kecerdasan yang rendah.
Bodoh adalah kata sifat yang menggambarkan keadaan di saat seseorang tidak menyadari sesuatu hal, tetapi masih memiliki kemampuan untuk memahaminya.
Orang bodoh tak akan pernah mengakui dirinya bodoh, kecuali ketika mereka telah menyadari telah dibohongi oleh sesuatu yang sebelumnya mereka percayai.
Ada tiga kebohongan besar yang sukses menciptakan kebodohan massal dalam satu dekade terakhir.
Baca juga: Raung Sirene Demokrasi dari Bulaksumur
Pertama adalah Mobil Esemka.
Kebohongan soal mobil buatan anak negeri ini menjadi begitu epic hingga fakta yang sebenarnya tak pernah terungkap.
Bahkan lantaran pemahaman soal mobil Esemka ini juga melihatkan pemahaman yang logic, menyangkut ilmu pengetahuan, boleh jadi kebohongan soal mobil Esemka tak hanya menciptakan kebodohan massal, melainkan juga kedunguan massal.
Barangkali, lantaran menyangkut maruah sebuah bangsa yang selalu bermimpi mampu membuat mobil nasional, kebohongan sistemik terkait mobil Esemka ini seolah dibiarkan sukses membodohkan sekaligus mendungukan peradaban.
Mobil yang konon sedang dalam proses persiapan produksi massal dan sudah 6.000 indent ini nyatanya sejak diciptakan tak pernah terlihat mengaspal di jalanan.
Baca juga: Ironi Demokrasi Basa-basi
Kebohongan kedua yang tidak hanya membodohi bangsa ini, melainkan membodohi peradaban dunia yang disiapkan secara terstruktur, sistematis dan massif adalah Covid-19.
Seolah muncul di Wuhan, China, virus tak kasat mata yang konon dikatakan sangat mematikan ini terus meluas ke seluruh penjuru dunia.
Virusnya boleh jadi ada, namun virus ketakutan yang diciptakan mengiringi virus yang asli disebar lebih massif sehingga seluruh dunia dibuat dungu, bodoh, panik, dan takut luar biasa.
Deret angka kematian yang dipublis yang seolah-olah linear dengan ganasnya virus ini mengakselerasi ketakutan secara massif.
Antisipasi dan protokol kesehatan yang diterapkan secara terstruktur melumpuhkan tegaknya logika kita untuk berpikir.
Baca juga: Covid-19 Kembali untuk Ikut Pilpreskah?
Ditutupnya pendapat yang tak sejalan dengan narasi ini dengan alasan protokol kesehatan sukses membuat Covid-19 menjadi virus paling komersial sepanjang sejarah peradaban manusia.
Ujungnya, virus ini juga menjadi virus paling berkhianat yang pernah ada di peradaban kita, dan lagi-lagi membuat kita seperti telah dibodohi. Coba ingat-ingat betul ujung daripada kisah virus asal Wuhan ini!
Datang selalu kita prioritaskan, maka saat pergi, Covid juga tidak pernah memberikan kesan apa pun. Ia pergi dan menghilang begitu saja tanpa pernah memberi alasan apa pun.
Wadow, dan kita benar-benar dibuat bodoh bin dungu oleh virus yang sukses membuat banyak orang jatuh miskin sekaligus membuat banyak orang kaya mendadak setelah bisnis vaksin, alat tes, dan bisnis alat kesehatan lainnya ini.
Baca juga: Netralitas yang Sudah Berubah Makna
Ketiga, kita belum bisa menyebutnya sebagai sebuah kebohongan yang sukses membuat kita merasa bodoh.
Kebohongan ini tengah diuji oleh peradaban yang sudah dua kali dibuat merasa bodoh oleh Mobil Esemka dan Covid-19.
Dan kebohongan yang sedang 'berjuang' itu bernama Sirekap, yaitu Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik yang digunakan oleh KPU untuk penghitungan suara Pemilu 2024.
Dilihat dari tanda-tandanya, Sirekap ini juga menunjukkan sejumlah keanehan.
Sebut saja, lokasinya yang konon terdeteksi di China, kemudian malfungsi yang massif dan kejanggalan lain yang sudah sering menjadi perdebatan usai pencoblosan.
Baca juga: Sakit Menahun Demokrasi Indonesia
Kita berharap Sirekap bukan menjadi bagian dari dua kebodohan paling sukses yang pernah kita alami.
Jika memang malfungsi, sebaiknya Sirekap mengakhiri kebohongannya dan membiarkan hitung manual menjadi pijakan KPU.
Kita tunggu nasib Sirekap ini pada hasil akhir penghitungan suara di Pemilu 2024 yang akan segera tuntas pertengahan Maret 2024 ini. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.