Demo Orangtua Murid di Samarinda

Asisten I Pemkot Samarinda Bikin Ibu-ibu yang Demo Emosi dan Terisak, Ridwan Tasa pun Minta Maaf

Momen Asisten I Pemkot Samarinda membuat ibu-ibu yang demo emosi bahkan terisak. Akhirnya, Asisten I Pemkot Samarinda, Ridwan Tasa minta maaf

Penulis: Rita Lavenia | Editor: Amalia Husnul A
TribunKaltim.co/Rita Lavenia
DEMO ORANGTUA MURID DI SAMARINDA - Asisten I Samarinda, Ridwan Tasa (memegang pengeras suara) saat meminta maaf atas ucapan yang menyakiti hati para emak-emak berdaster yang melakukan demo di Balai Kota Samarinda, Kamis (1/8/2024). Momen menegangkan antara Asisten I Pemkot Samarinda dengan orangtua murid yang demo mahalnya biaya pendidikan di ibu kota Provinsi Kalimantan Timur. 

Aksi orangtua murid di Samarinda, Kamis (1/8/2024) adalah lanjutan dari demo sebelumnya 24 Juli 2024 lalu. 

Korlap Aksi, Nina, menjelaskan pasca aksi demo pertama di Kantor Gubernur Kaltim, Kamis (24/7/2024) lalu mereka telah meredam kemarahan para kaum ibu.

Sebab kala itu Kepala Dinas Pendidikan Samarinda, Asli Nuryadin langsung menindaklanjuti dengan memperlihatkan surat edaran kepada sekolah-sekolah pada 1 Juli 2024 yang menekankan poin bahwa buku paket, LKS dan seragam harus disedikan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan harus segera dirincikan serta disesuikan dengan aturan.

"Itu kami sebarkan ke setiap orangtua murid untuk tanya ke guru dan kepala sekolah," jelas Nina kepada Tribunkaltim.co.

Namun jelasnya, baik guru dan kepala sekolah mengatakan tidak memaksa membeli, tetapi buku paket tidak dapat dikeluarkan karena tidak cukup untuk semua pelajar. 

Tidak hanya itu, anak-anak mereka selalu dibebankan pekerjaan rumah (PR) yang sangat banyak namun kesulitan sebab tidak memiliki buku paket.

"Sudah begitu diintimidasi kalau tidak dikerjakan atau nilai jelek tidak akan naik kelas dan banyak intimidasi lain," jelasnya.

Bahkan ada juga orangtua murid yang mengaku anak mereka mendapatkan perlakuan berbeda hanya karena tidak bisa membeli buku dan tak mampu membayar uang kas kelas.

"Ada yang disuruh menulis di lantai karena tidak ada buku.

Mejanya tidak diberi taplak karena tidak sanggup bayar uang kas.

Bagi yang mampu nilainya kecil, tapi bagi kami yang miskin itu sangat berat," kata Nina yang dibenarkan para ibu yang hadir.

Nina mengatakan mereka telah menerima aduan dari orangtua murid yang bersumber dari 68 sekolah dasar (SD) dan 4 sekolah menengah pertama (SMP) negeri di Samarinda terkait intimidasi dan bully tersebut.

"Kalau SMP pungli. Wajib beli seragam dan jual beli kursi.

Jadi ada yang mutasi, alasan kursi penuh, jadi wajib beli kursi Rp 1,5-2 juta kalau mau masuk kelas," bebernya.

Ia meyakinkan mereka memegang bukti kuat dari semua aduan tersebut.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved