Berita Berau Terkini

Ekspor Kerapu Berau Anjlok, Kapal Pengangkut dari Hong Kong Tak Beroperasi Sejak Mei

Ekspor kerapu hidup dari Kabupaten Berau, Kalimantan Timur menurun drastis pada semester pertama tahun 2025.

TRIBUNKALTIM.CO/RENATA ANDINI
EKSPOR MENURUN - Ekspor kerapu hidup dari Kabupaten Berau, Kalimantan Timur menurun drastis pada semester pertama tahun 2025. Masalah utama terletak pada terhentinya akses pengiriman laut, akibat kapal pengangkut dari Hong Kong tidak bisa beroperasi sejak awal tahun ini. (TRIBUNKALTIM.CO/RENATA ANDINI) 

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB – Ekspor kerapu hidup dari Kabupaten Berau, Kalimantan Timur menurun drastis pada semester pertama tahun 2025.

Masalah utama terletak pada terhentinya akses pengiriman laut, akibat kapal pengangkut dari Hong Kong tidak bisa beroperasi sejak awal tahun ini.

Sekretaris Dinas Perikanan (Diskan) Berau, Yunda Zuliarsih, mengungkapkan bahwa hingga pertengahan 2025, volume ekspor baru mencapai 30.000 kilogram.

Angka ini terpaut jauh dari capaian tahun sebelumnya yang menembus 133.000 kg hingga akhir tahun.

Baca juga: Harga Santan di Kutai Timur Naik, Efek Ekspor Kelapa Indonesia ke China Dirasakan hingga Kutim

“Biasanya kami kirim pakai kapal, tapi sejak awal tahun ini tidak bisa. Kapal dari Hong Kong sudah standby di Batu Putih sejak 6 Mei, dan sampai sekarang belum bisa kembali,” ujarnya kepada TribunKaltim.co, Minggu (13/7/2025).

Menurut Yunda, pengiriman kerapu hidup dari Berau selama ini memang bergantung pada jalur laut.

Jenis-jenis kerapu yang diekspor cukup beragam, seperti kerapu Sunu, Lumpur, Cantang, Tiger, dan Macam, dengan tujuan utama Hong Kong.

Namun sejak jalur laut terputus, ekspor terpaksa dialihkan menggunakan jalur udara.

Baca juga: Kunjungi Kampung Kopi Luwak Prangat Baru, Wagub Kaltim Optimis Tembus Pasar Ekspor

Sayangnya, pengiriman lewat pesawat tidak ideal.

Selain biaya operasional lebih mahal, kapasitas muatan juga sangat terbatas.

“Kalau pakai pesawat, satu koli itu hanya bisa muat 25 kg. Tapi airnya saja sudah 20 kg, jadi hanya 5 kg ikan yang bisa dikirim,” jelasnya.

Situasi ini berimbas pada penurunan harga jual ikan, dari sebelumnya Rp 250 ribu per kg menjadi sekitar Rp 150 ribu per kg.

Baca juga: Antisipasi Dampak Perang Dagang China–AS, BI Kaltim Dorong Diversifikasi Pasar Ekspor

Akibatnya, banyak nelayan merugi karena biaya produksi tidak sebanding dengan hasil penjualan.

Tak hanya rugi, sebagian nelayan juga melaporkan kematian ikan karena tidak bisa segera dikirim.

“Kami menerima laporan dari nelayan bahwa sekitar 8 ton ikan mati karena tidak bisa diekspor lewat kapal,” beber Yunda.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved