Tribun Kaltim Hari Ini
Pengusaha dan Musisi di Kaltim Keluhkan Kebijakan Royalti Musik, Kafe Berhenti Putar Lagu
Pengusaha dan musisi di Kaltim mengeluhkan kebijakan royalti musik, kini kafe memilih berhenti putar lagu
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Amalia Husnul A
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Rencana pemungutan royalti musik dikeluhkan pemilik kafe hingga pemain musik di Samarinda, ibu kota Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Arief Rahman Hakim, Owner Sedulur Coffee ditemui di kafenya Jalan Bung Tomo, Kecamatan Samarinda Seberang, mengeluhkan terkait kebijakan royalti musik.
Menurutnya, masih banyak pelaku usaha di kafe maupun restoran yang masih bingung terkait mekanisme kebijakan dari Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang pengelolaan royalti hak cipta lagu dan musik tersebut.
Persoalan royalti musik tengah memanas di Indonesia, salah satunya terkait kebijakan pemilik usaha seperti kafe dan restoran yang diwajibkan membayar royalti jika memutar lagu secara publik.
Baca juga: Musisi Lokal dan Owner Kafe Samarinda Bingung Soal Royalti Musik: Kami Lain Artis, Hanya Cari Nafkah
Pemerintah telah membentuk Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) adalah lembaga bantu pemerintah non-APBN yang bertugas mengelola royalti musik di Indonesia.
Dilansir dari laman resminya, LMKN Dibentuk berdasarkan UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
LMKN berfungsi sebagai sistem satu pintu (one-stop service) untuk penarikan dan distribusi royalti dari penggunaan lagu dan musik secara komersial
Bagi pemilik kafe seperti Arief Rahman Hakim, pemutaran musik merupakan pemberian hiburan bagi para konsumen.
Musik yang diputar di ruang publik komersial seperti kafe dianggap sebagai bentuk pemanfaatan karya seni yang seharusnya menghargai hak ekonomi pencipta lagu.
Sosialisasi tentang aturan hak cipta dan royalti musik dan penerapannya kepada pelaku usaha sangat diperlukan.
“Memang satu peraturan yang akan diberlakukan harus dibarengi dengan sosialisasi. Kalau sekarang kan tidak ada,” ujarnya, Rabu (13/8/2025).
Dia juga menilai, keberadaan musik sebenarnya penting tidak penting di kafenya.
Tetapi, adanya pelarangan mendadak tanpa adanya informasi dan pemahaman kepada para pelaku usaha justru menimbulkan kebingungan.
“Kalau saya sih, nggak terlalu juga dibebani, karena nggak bergantung kesitu, musik kan menambah agar konsumen nyaman ketika bersantai atau ngopi. Tapi ya itu, musik kadang jadi penghibur aja.
Harusnya ada sosialisasi. Sampai ke pengusaha-pengusaha. Jangan langsung diberlakukan gitu aja,” keluhnya.
| Presiden ke-2 RI Soeharto Jadi Pahlawan Menunggu Keputusan Prabowo, PDIP Ingatkan Luka Reformasi |
|
|---|
| Kaltim Andalkan Investor Imbas Dana TKD Dipangkas, Pemprov Atur Strategi Peningkatan Investasi |
|
|---|
| Sabu 1 Kg Diselipkan dalam Baju, Residivis Narkoba Dibekuk Saat Tiba di Bandara SAMS Balikpapan |
|
|---|
| Bursa Calon Menko Polkam: Sjafrie Sjamsoeddin, Hadi Tjahjanto, dan Tito Karnavian jadi Sorotan |
|
|---|
| Donna Faroek Terjerat Suap Tambang, KPK Tahan Putri Eks Gubernur Kaltim Terkait Pemberian IUP |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.