Tribun Kaltim Hari Ini

Era Baru Projo, Tidak Ada Muka Jokowi di Logo, Nama Juga Berpotensi Diganti

Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi mengaku akan mengubah logo persatuan relawan Projo, dalam Kongres III.

Tribun Kaltim
ERA BARU PROJO - Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi mengaku akan mengubah logo persatuan relawan Projo. (TRIBUN KALTIM) 

“Jujur, keinginan Projo menjadi partai ini sebetulnya adalah keinginan sebagian besar teman- teman di Projo, baik di cabang, di provinsi, maupun di pusat,” ujarnya.

Keinginan itu telah lama disampaikan kepada Jokowi dengan harapan mantan presiden itu bersedia memimpin partai tersebut.

Sehingga Projo tidak hanya berperan di Pilpres, tetapi juga dapat bertarung di Pemilu Legislatif (Pileg).

Namun, respons Jokowi terhadap aspirasi itu masih sama dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya. Jokowi disebut enggan membentuk atau bergabung dengan partai konvensional.

Baca juga: Projo: Isu Markup Proyek Whoosh Jadi Alat Serangan Politik ke Jokowi

“Pak Jokowi menyampaikan... ‘saya tidak mau partai yang saya ada, saya bangun itu seperti partai-partai yang konvensional. Saya mau itu harus menjadi partai super terbuka’,” jelas Freddy menirukan pesan Jokowi.

Konsep ‘partai super terbuka’ yang dimaksud Jokowi mencakup transparansi, pemilihan pengurus dan ketua umum oleh seluruh anggota. Serta efisiensi operasional seperti penggunaan kantor virtual untuk menghemat biaya.

“Karena kalau seperti partai-partai konvensional, maka akan terjebak kembali dengan hal yang sama terus-terus; biaya operasional partai yang sangat besar, kemudian untuk menutupi biaya operasional ini akan terjebak di dalam kemungkinan mencari anggaran-anggaran dari APBN dan seterusnya. Itu yang Pak Jokowi tidak mau,” papar Freddy.

Freddy mengungkapkan, dalam pertemuan itu Jokowi juga menyampaikan pergulatan pribadinya tentang relevansi membentuk partai. Jokowi merasa kepercayaan yang diberikan rakyat langsung kepadanya sudah sangat luar biasa.

“Makanya saya terus berpikir, kata beliau, apa masih relevan saya mendirikan partai politik atau gabung di partai politik secara formal, karena kepercayaan rakyat, kepercayaan yang diberikan rakyat kepada saya itu sudah luar biasa,” kata Freddy mengutip Jokowi.

Pergulatan inilah menurut Freddy yang menjadi alasan mendasar Jokowi hingga kini belum juga mendeklarasikan diri untuk membentuk atau menjadi kader partai politik tertentu.

Dengan demikian, meskipun niat kader Projo untuk menjadi partai sangat kuat, keputusan akhirnya masih bergantung pada kehendak Jokowi sebagai Dewan Pembina.

Momentum kongres nanti akan menjadi tahapan penting untuk mempertegas arah organisasi relawan ini ke depannya.(Tribun

Bosan Tanggapi Isu Ijazah Palsu

Wakil Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (Projo), Freddy Alex Damanik secara terbuka menyatakan keengganannya untuk kembali menanggapi polemik seputar dokumen ijazah mantan Presiden Joko Widodo.

Bahkan, rasa ‘bosan dan muak’ tersebut telah dia sampaikan langsung kepada Jokowi dalam sebuah pertemuan di Solo belum lama ini.

Freddy menceritakan bahwa dia memohon maaf kepada Jokowi karena sudah tidak lagi memiliki kemauan untuk merespons isu yang terus berulang.

“Saya udah gak mau lagi, Pak, sampai saya bilang, sampai Roy Suryo dan kawan-kawan ini jadi tersangka, baru saya mau lagi bicara tentang ini di media, Pak,” ujar Freddy beberapa waktu lalu.

Menurut Freddy, Jokowi justru merespons dengan santai dan memahami keluhannya.

“Terus Pak Jokowi sambil ketawa, dia bilang, ‘Kamu aja muak, Fred, apalagi saya, udah lebih-lebih lagi’, katanya. Itu tuh statement spontan Pak Jokowi,” tuturnya.

Baca juga: Rekam Jejak Immanuel Ebenezer, dari Ketum Joman, Wamenaker Kini Terseret OTT KPK, Respons Projo

Freddy mengungkapkan, dirinya dan sejumlah pengurus Projo merasa seperti dipermainkan dengan isu yang berputar-putar tanpa ujung.

“Jadi memang, seperti orang bodoh rasanya. Saya, saya pribadi, termasuk ketua umum saya (Budi Arie Setiadi) dibilang, ‘Aduh, kita kayak orang bodoh saja dibikin si Roy ini, ya, muter terus, gitu-gitu, muter-muter’,” keluhnya.

Dia menilai polemik yang berkepanjangan ini tidak memberikan nilai edukasi apa pun bagi publik.

“Jadi memang menurut saya, tidak ada pembelajaran publik yang diberikan dalam isu-isu ijazah ini, karena sudah terlalu lama dan itu-itu saja,” tegas Freddy.

Meski memahami bahwa penyelesaian kasus dugaan dokumen palsu seharusnya merupakan prosedur standar, Freddy memilih untuk tidak lagi terlibat dalam debat publik.

“Wajar kalau saya menyatakan, misalnya dari sisi saya, karena saya paham hukum, kemudian standar lah penyelesaian kasus ijazah palsu, dokumen palsu, itu sebetulnya standar saja. Jadi akan seperti itu, ya udah lah, biar aja lah proses hukum yang memutuskan,” paparnya.

Dia menegaskan komitmennya untuk tidak lagi muncul membahas isu ini, kecuali satu kondisi.

“Tidak mau (muncul) sampai Roy Suryo jadi tersangka,” ucap Freddy dengan tegas.

Ketika ditanya mengenai gugatan serupa yang menyangkut dokumen Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Freddy menyatakan bahwa hal itu merupakan bagian dari satu kesatuan isu yang sama.

“Iya. (Soal gugatan ijazah Gibran) Itu kan semua satu kesatuan,” jelasnya.

Dia mengindikasikan bahwa pendekatan dalam menangani kedua kasus tersebut adalah konsisten.

“Satu-satu, saya juga sering ngomong di media, ya makanya kita, Pak Jokowi juga menyampaikan, ‘Ya, silahkan di-media, di-konter isu-isu apa aja’,” tambah Freddy. (*)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved