Pemangkasan Dana Transfer Daerah
Dosen Unmul Samarinda Sebut Pemangkasan Dana Transfer Ancam Pembangunan Daerah
Pengamatan kebijakan Publik Universitas Mulawarman Samarinda memberikan pandangan, terkait isu pemotongan Dana Transfer ke Daerah pemerintah pusat
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO,SAMARINDA - Pengamatan kebijakan Publik Universitas Mulawarman Samarinda memberikan pandangan, terkait isu pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD) pemerintah pusat.
Karena hal ini telah menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan pejabat dan politisi di Kalimantan Timur.
Pasalnya di Kalimantan Timur diprediksi mengalami pemangkasan anggaran hingga 78 persen atau yang setara dengan kehilangan sekitar Rp4,6 triliun pada tahun depan.
Menurut Dosen FISIP Unmul ekaligus Pengamat Kebijakan Publik, Saipul Bachtiar, pemotongan TKD ini tidak lagi dianggap sebagai penundaan, melainkan sebagai penghilangan alokasi anggaran secara signifikan.
Hal ini kata akan berpotensi memberikan dampak domino yang serius terhadap program-program pembangunan dan janji-janji kampanye kepala daerah di Kaltim.
Baca juga: Imbas Pemotongan Dana Bagi Hasil, APBD Kaltim 2026 Mendatang Berpeluang Dibahas Ulang
"Pola prinsip kebijakan ini tidak tidak holistik ya. Dia gini, kebijakan ini tidak melihat bahwa daerah itu mempunyai kewajiban, mempunyai kebutuhan masing-masing, serta juga ini adalah eranya rezim pilkada begitu," ungkapnya.
Pengamat Kebijakan Publik itu bahkan bilang kebijakan pemotongan TKD tersebut suat suatu langkah yang mengarah dan akan kembali ke sistem sentralistik seperti era Orde Baru, mengabaikan prinsip otonomi daerah yang telah diperjuangkan sejak Reformasi.
Hal ini dia melihat Pemerintah Pusat telah gagal melihat kebutuhan dan kewajiban masing-masing daerah, terutama yang memiliki rezim Pilkada serta janji-janji politik kepada masyarakat, gagal untuk ditindaklanjuti.
"Karena apa? Zaman Orde Baru itu kan bentuknya sentralistik dan waktu itu memang otonomi daerah itu belum menjadi prioritas. Tapi setelah pasca Orde Baru, Orde Reformasi dan seterusnya sampai sekarang mestinya dilihat itu adalah sisi otonomi daerahnya gitu ya.
Nah, melihat dari hal tersebut ini ada satu indikasi, kalau saya melihat pola kebijakan yang diterapkan di eranya Pak Prabowo-Gibran ini, itu mengarah ke bentuk sentralistik, mengarah kembali ke sistem Orde baru dulu, sehingga kebijakan pemotongan anggaran, bukan penundaan," jelasnya.
Ia juga menilai pada mekanisme Dana Bagi Hasil (DBH) yang seharusnya bukan dana pusat, melainkan dana daerah yang diambil dan kemudian hanya sebagian kecilnya dikembalikan ke daerah terutama daerah penghasil sumber daya alam seperti Kaltim.
"Jadi, menurut saya ini satu satu bentuk ketidakadilan antara kebijakan pemerintah pusat dengan kebijakan pemerintah daerah, sudah sebagian kecil itu kemudian dipotong lagi, dia tambah kecil lagi. Akhirnya lama-lama kan tidak ada yang kembali ke daerah," katanya.
Dengan pemotongan yang drastis ini, Ia merasa terjadi ketidakadilan fiskal yang mencerminkan terabaikannya kepentingan daerah penghasil sumber daya alam, Sementara pola pengelolaan hasil sumber daya alam diambil dulu ke pusat baru dikembalikan lagi ke daerah.
Lanjutnya, dari sisi perspektif politik, Ia melihat pemotongan TKD sebagai indikasi bahwa janji-janji politik presiden lebih diutamakan dibandingkan dengan janji-janji kepala daerah.
Hal ini tentunya banyak program pembangunan yang dijanjikan semasa kampanye oleh kepala daerah terancam tidak bisa direalisasikan.
"Artinya kepentingan politik janji-janji presiden itu dengan janji-janji kepala daerah itu menurut saya ini terkalahkan dan itu tentu akan berimbas atau berimplikasi secara signifikan terhadap program-program atau kebijakan-kebijakan yang dijanjikan oleh kepala daerah," ungkapnya.
Baca juga: DPRD Sebut Perekonomian Balikpapan tak Baik-baik Saja, Minta Pusat tak Potong Dana Bagi Hasil
Saipul Bachtiar, Dosen FISIP UNMUL menambahkan dengan adanya Pemotongan anggaran TKD tersebut, Pemerintah daerah baik Gubernur, DPRD, hingga Bupati dan Walikota harus bereaksi dan memberikan pernyataan yang keras melalui perkumpulan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) terhadap kebijakan Pemotongan anggaran TKD tersebut.
"Itu mestinya mengeluarkan satu pernyataan atau mendesak pemerintah pusat yang melalui melalui tadi perkumpulan masing-masing tadi untuk menolak adanya pemotongan tersebut karena itu pemotongan yang menurut saya sangat gila-gilaan gitu," pungkasnya. (*)
Imbas Pemotongan Dana Bagi Hasil, APBD Kaltim 2026 Mendatang Berpeluang Dibahas Ulang |
![]() |
---|
Pemprov Kaltim Tetap Jalankan Gratispol dan Jospol Meski Dana TKD 2026 Turun |
![]() |
---|
Dana TKD Kutim 2026 Dipangkas 70 Persen, Proyek Multi Years Contract Potensi Dikurangi |
![]() |
---|
Antisipasi Pemangkasan Anggaran 2026, Pemkot Samarinda Tetap Prioritaskan Program Unggulan Walikota |
![]() |
---|
Purbaya Pangkas TKD 2026 karena Fiskal Terbatas, Janji Kembalikan ke Daerah Jika Ekonomi Pulih |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.