Gunung Bugis Kampung Narkoba
Warga Gunung Bugis Balikpapan Berjuang Hapus Stigma Kampung Narkoba, 'Kami Juga Ingin Hidup Tenang'
"Kampung Narkoba" menjadi cap buruk yang ingin dihapuskan oleh warga Gunung Bugis, Kota Balikpapan, bagaimana kisah mereka?
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Christoper Desmawangga
Ringkasan Berita:
- Warga Gunung Bugis, Balikpapan Barat, berupaya menghapus stigma sebagai “kampung narkoba” yang telah lama melekat.
- Meski kawasan ini menyumbang sebagian besar kasus narkoba di Balikpapan, banyak warga menolak dicap negatif.
- Pemerintah, aparat, dan masyarakat menjalankan program edukasi serta pemberantasan untuk memulihkan citra wilayah tersebut.
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Di gang-gang sempit wilayah Gunung Bugis, Balikpapan Barat, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, aroma kopi bercampur dengan obrolan warga yang berhenti sejenak setiap kali topik "kampung narkoba" disebut.
"Kalau ditanya tinggal di mana, orang luar pasti langsung bilang oh, itu kawasan narkoba," ujar seorang warga yang sudah sebelas tahun tinggal di sana, suaranya pelan namun tegas.
Ia meminta namanya disamarkan.
"Saya jelaskan ke teman-teman, tidak semuanya seperti yang dikatakan di luar sana. Kami juga ingin hidup tenang," katanya.
Baca juga: Stigma Kampung Baru "Kampung Narkoba" Terbentuk Karena Sering Ada Kegiatan Narkoba
Sudah lama julukan itu melekat, tapi kenyataan di lapangan tak sesederhana itu.
Ia mengaku tidak pernah menyaksikan transaksi narkoba secara langsung, meski tahu ada titik-titik yang sering didatangi orang asing pada jam-jam tak menentu.
"Ini nongkrong di tempat yang hampir sama, tapi orangnya beda-beda," ujarnya, Rabu (29/10/2025).
Bagi banyak warga, luka akibat stigma terasa lebih menyakitkan daripada ancaman narkoba itu sendiri.
"Stigma itu buruk, bukan citra yang positif," lanjutnya lirih.
Ia berharap pemerintah dan aparat lebih sering turun tangan, bukan hanya untuk penertiban, tetapi juga pemulihan nama baik kampungnya.
Dalam keluarga kecilnya, ia menanamkan satu prinsip sederhana menjaga pergaulan agar anak-anak tak terjerumus.
"Kami di sini berusaha sebaik mungkin. Tapi kadang, satu dua orang yang salah, semua ikut kena cap."
Gunung Bugis memang sudah lama menjadi sorotan aparat.
Penegakan hukum dan razia berkala kerap dilakukan. Namun, kabar miring dan kisah tragis yang beredar membuat nama kawasan ini kembali mencuat setiap kali ada kasus baru.
Kasat Resnarkoba Polresta Balikpapan, AKP Yoshimata JS Manggala, mengakui bahwa kawasan ini menjadi perhatian serius aparat.
"Sekitar 90 persen kasus narkoba di Balikpapan sepanjang 2024–2025 berasal dari Gunung Bugis, Balikpapan Barat," ujarnya.
Dari data Polresta, sepanjang 2024 tercatat 121 kasus narkoba di Balikpapan Barat dari total 315 kasus di seluruh Kota Balikpapan.
Kawasan paling rawan berada di Kelurahan Baru Ulu dan Baru Ilir, dua wilayah padat yang masuk lingkup Gunung Bugis.
Baca juga: Deep Learning hingga Razia Rutin Jadi Strategi SMAN 3 Balikpapan Lindungi Siswa dari Bahaya Narkoba
Yoshimata menjelaskan, sebagian besar barang haram itu berasal dari Samarinda, dengan jalur masuk lintas laut yang terhubung hingga Malaysia dan Singapura melalui Berau.
"Jenis narkoba yang paling dominan adalah sabu," ujarnya.
Selama Januari–Oktober 2025, Satresnarkoba telah menyita hampir dua kilogram sabu, 24 gram ganja, dan lebih dari 1.000 gram obat terlarang.
Para pengedar kini kian licin.
Mereka menggunakan modus "jejak" transaksi tanpa pertemuan langsung.
"Biasanya, mereka kirim titik lokasi. Misalnya, barang ditaruh di pot depan rumah atau di dekat tiang listrik. Setelah itu nomor pengirim langsung tidak aktif," jelas Yoshimata.
Selain tantangan teknis, polisi juga menghadapi hambatan sosial.
"Masyarakatnya mendukung pelaku, jadi kami sulit dapat informasi," katanya.
Pada 2024, bahkan sempat terjadi perlawanan terhadap petugas ketika seorang tersangka membawa senjata tajam saat hendak ditangkap.
Meski begitu, aparat tak berhenti.
Mereka melengkapi diri dengan rompi pelindung, senjata api, dan terus menggencarkan sosialisasi bahaya narkoba ke sekolah-sekolah dan kampus.
"Miris rasanya, karena pelajar dan mahasiswa juga mulai terlibat, padahal mereka generasi penerus bangsa menuju Indonesia Emas 2045," tutur Yoshimata.
Para pelajar yang terjaring razia diberikan rehabilitasi dan pembinaan, sementara pengulangan akan berlanjut ke proses hukum.
Merusak Generasi
Dari sudut kawasan Gunung Bugis yang lain, seorang ibu lima anak mengungkapkan hal serupa.
Ia sudah 13 tahun tinggal di Gunung Bugis dan merasa cemas setiap kali mendengar berita penangkapan.
"Kalau itu merusak generasi. Takut lah, namanya orang tua," ujarnya pelan.
Baca juga: Kisah Mantan Pengguna Narkoba di Balikpapan, Aku Berhenti "Demi Orangtua
Ia memutuskan menyekolahkan anak-anaknya di pesantren.
"Biar jauh dari lingkungan sini. Sekarang kan ngeri, anak-anak cepat sekali terpengaruh."
Ia juga rutin menasihati anak-anak agar berhati-hati dalam bergaul.
"Kalau temanmu berbuat jelek, jangan diikuti. Kalau ada yang aneh-aneh, kamu menjauh." katanya.
Meski belum pernah melihat langsung transaksi narkoba, sang ibu mengaku sering melihat orang asing datang dan pergi.
"Kalau orang sini tahu siapa warga asli, tapi kadang banyak motor luar parkir sembarangan," katanya.
Bagi sebagian besar warga, kehadiran aparat dan razia justru memberi rasa aman.
"Harus sering razia, biar orang-orang itu takut. Kalau sering ditindak, kan jadi nggak berani lagi," katanya.
Namun, tak semua warga peduli. Ada yang memilih diam masa bodoh asalkan tak diganggu.
Perempuan itu berharap julukan "kampung narkoba" segera hilang.
"Pengennya citra itu hilang. Padahal nggak semua orang sini kayak gitu," ucapnya.
Ia juga berharap aparat lebih tegas agar penindakan tak berhenti di satu kasus.
"Kalau cuma satu ditangkap, nanti muncul lagi yang lain."
Hapus Stigma Buruk
Di tengah tekanan stigma dan ancaman narkoba yang nyata, segelintir warga memilih tidak menyerah.
Salah satunya datang dari Satgas Bersinar (Bersih dari Narkoba) Kelurahan Baru Ulu yang digerakkan secara sukarela oleh masyarakat.
Baca juga: 2 Siswa SMPN 4 Balikpapan Sempat Positif Narkoba, Pihak Sekolah Lakukan Langkah Tegas dan Humanis
Ketua Satgas, Syarkawi Mawi, menuturkan bahwa mereka terus melakukan sosialisasi dan edukasi humanis ke warga, RT, hingga kelompok keluarga.
"Menurut saya, kalau cuma penangkapan, efeknya sementara. Tapi kalau edukasi, bisa menyentuh hati orang tua dan anak-anaknya," ujarnya, Kamis (30/10/2025).
Satgas yang beranggotakan sekitar 20 orang itu rutin turun ke lapangan untuk memberi penyuluhan tentang bahaya narkoba.
Mereka berusaha mengubah cara pandang warga bahwa Gunung Bugis bukan hanya tempat gelap, tapi juga punya banyak orang baik yang ingin lingkungannya bersih.
"Itu yang kami ingin ubah. Lambat tapi pasti, kami berusaha menghapus cap itu," tutur Syarkawi.
Ia juga mengungkapkan, sebagian besar pengguna maupun pengedar narkoba yang tertangkap bukan warga asli Gunung Bugis, melainkan orang luar yang datang untuk bertransaksi.
Karena itu, menurutnya, warga tidak layak terus menanggung stigma buruk.
"Kami ini hanya relawan, tapi karena ini kampung kami juga, mau tidak mau kami ikut menjaga," katanya.
Gunung Bugis kini seperti berdiri di persimpangan.
Di satu sisi, data kepolisian menunjukkan wilayah ini sebagai episentrum peredaran narkoba di Balikpapan.
Tapi di sisi lain, ada warga-warga yang terus berjuang membersihkan nama tempat tinggalnya, melindungi anak-anaknya, dan membangun kepercayaan diri baru di tengah cibiran luar.
"Gunung Bugis bukan sarang narkoba. Banyak warganya yang baik dan ingin lingkungannya bersih. Bahkan, mereka merasa senang karena ternyata masih ada yang peduli untuk mengingatkan," katanya.
Di ujung sore, anak-anak kecil berlari-lari di antara gang yang dulu disebut titik rawan transaksi.
Di teras rumah, seorang ibu menatap mereka sambil tersenyum kecil.
"Kalau pemerintah mau bantu dan masyarakat kompak, pasti bisa bersih," katanya.
Baca juga: Sidang Dugaan Peredaran Narkoba Catur Adi, Mantan Petugas Lapas Balikpapan: Ada Pelanggaran Prosedur
Harapan itu sederhana, tapi nyata agar Gunung Bugis suatu hari dikenal bukan karena sabu, tapi karena semangat warganya melawan stigma.
Menghambat Pelaku UMKM
Dalam dua bulan terakhir, sedikitnya 70 orang telah ditangkap dalam serangkaian penggerebekan di kawasan tersebut.
Camat Balikpapan Barat, Erwin, mengatakan sekitar 90 persen pelaku yang diamankan merupakan warga Kelurahan Baru Ulu.
"Segitu banyaknya dari beberapa kali penggerebekan di sana, akhirnya tertangkaplah mereka semua," ujarnya kepada TribunKaltim.co, Kamis (30/10/2025).
Erwin menilai, maraknya kasus narkoba di kawasan itu tidak hanya merusak individu, tetapi juga menimbulkan stigma negatif bagi seluruh warga yang tinggal di Gunung Bugis.
"Stigma negatif tersebut sangat merugikan warga yang tidak terlibat langsung. Padahal, banyak masyarakat di sana yang ingin hidup tenang dan bekerja dengan baik," ucapnya.
Label "kampung narkoba" juga berpotensi menghambat upaya pengembangan wilayah, terutama pada sektor ekonomi lokal.
"Kawasan Gunung Bugis sebenarnya potensial bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, karena stigma itu, banyak masyarakat dari luar yang enggan datang ke sana," tutur Erwin.
Untuk menghapus label buruk tersebut, pemerintah bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) terus menggalakkan program Satuan Tugas Bersih dari Narkoba (Satgas Bersinar) yang telah berjalan sejak 2024.
Program ini berfokus pada implementasi P4GN pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkotika dengan pendekatan edukatif melalui pertemuan rutin di tingkat RT.
"Kami terus memassifkan edukasi melalui Satgas Bersinar. Harapannya, program ini perlahan dapat mengentaskan persoalan krusial di kawasan tersebut," kata Erwin.
Baca juga: Deep Learning hingga Razia Rutin Jadi Strategi SMAN 3 Balikpapan Lindungi Siswa dari Bahaya Narkoba
Selain penyuluhan bahaya narkoba, pihak kelurahan juga mendorong pengembangan wilayah agar Balikpapan Barat menjadi kecamatan yang maju dan modern.
"Dari pendekatan edukasi itu, kami ingin mendorong masyarakat agar bersama-sama menghapus stigma negatif di Gunung Bugis," pungkasnya.
Aparat Hukum Harus Serius
Label kampung narkoba yang telah lama melekat pada kawasan Kampung Baru, Kecamatan Balikpapan Barat, dinilai sebagai gambaran nyata lemahnya komitmen dan pengawasan penegakan hukum terhadap peredaran narkoba di tingkat akar rumput.
"Kalau sampai di dalam rumah tahanan saja narkoba masih bisa beredar, itu artinya ada yang salah dalam sistem pengawasan dan penegakannya. Bisa jadi penegak hukumnya lemah, atau justru pengedarnya lebih lihai," tegas pakar hukum Balikpapan, Piatur Pangaribuan, kepada TribunKaltim.co, Kamis (30/10).
Menurutnya, peredaran narkoba bukan sekadar persoalan penangkapan, tetapi juga menyangkut komitmen moral dan tanggung jawab lembaga hukum.
Ia menilai, seberapa pun seringnya operasi dan razia dilakukan, tidak akan berdampak signifikan tanpa kesungguhan dan integritas aparat itu sendiri.
"Kalau sudah dibilang penindakan maksimal tapi faktanya masih terjadi, berarti belum maksimal. Jangan sampai seolah-olah penegak hukum ini menyerah. Karena siapa lagi yang bisa diharapkan selain mereka? Mereka adalah ujung tombak pemberantasan kejahatan, termasuk narkoba," ujar Piatur.
Lebih lanjut, Ketua DPC Peradi Balikpapan ini menyoroti fenomena pembingkaian publik terhadap Kampung Baru atau Gunung Bugis sebagai "kampung narkoba".
Menurutnya, persepsi itu muncul karena masyarakat sering mendengar kasus narkoba terjadi di wilayah tersebut, hingga akhirnya terbentuk opini kolektif yang sulit dihapus.
"Label itu terbentuk karena sering ada peristiwa narkoba di sana, tapi ini sebenarnya merugikan masyarakat Kampung Baru. Dan lebih jauh lagi, ini mencerminkan bahwa Polda Kaltim maupun satgas-satgas narkoba belum bekerja maksimal," ungkapnya.
Piatur menilai aparat seharusnya mampu membalikkan citra buruk itu menjadi kampung yang benar-benar bersih dari narkoba.
Namun, upaya tersebut harus dilakukan dengan indikator yang jelas dan berbasis data riil, bukan sekadar laporan administratif yang menggambarkan situasi seolah aman.
"Kebenaran sejati itu keluar dari kondisi nyata masyarakat, bukan hanya dari laporan yang tampak baik di atas kertas. Kalau data aparat bilang aman, tapi di lapangan masih banyak kasus narkoba, berarti datanya bermasalah," katanya.
Baca juga: BNN Balikpapan Sebut Kasus Rehabilitasi Narkoba Turun, Tapi Fenomena Gunung Es Masih Terjadi
Menurut Piatur, salah satu indikator kampung bersih narkoba adalah hilangnya akar-akar persoalan sosial yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkotika, seperti perkelahian, pencurian, dan tindak kriminal lainnya yang berawal dari ketergantungan obat-obatan terlarang.
"Kalau setiap kali ada persoalan ujungnya selalu karena narkoba, berarti faktanya di lapangan belum berubah. Artinya, masih ada pihak-pihak yang bermain dan harus segera diselesaikan," tegasnya.
Piatur menambahkan, perubahan citra Kampung Baru tidak bisa hanya mengandalkan slogan atau deklarasi simbolik, tetapi perlu kerja nyata lintas sektor, mulai dari aparat penegak hukum, pemerintah daerah, hingga partisipasi aktif masyarakat.
"Framing kampung narkoba ini sudah berlangsung lama. Sekarang saatnya dibalik menjadi kampung bersih narkoba. Tapi itu tidak akan tercapai tanpa transparansi, data yang valid, dan keberanian menindak siapa pun yang terlibat, termasuk bila ada oknum penegak hukum," katanya.
Kisah Pemuda Lepas dari Jerat Narkoba, Berhenti demi Orangtua
Dulu, hidupnya nyaris tak berbeda dengan kebanyakan anak muda di kota minyak: bekerja keras, bergulat dengan lelah, mencoba bertahan di tengah tuntutan hidup.
Namun di balik keringat dan semangat itu, ada rahasia kelam yang perlahan menjeratnya, narkoba.
Ia baru berusia 28 tahun, masih muda, dan seperti banyak pemuda lain di Balikpapan, dulu ia bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Namun di balik rutinitasnya, ada kebiasaan kelam yang sempat membelenggu: mengonsumsi narkoba.
Identitasnya disamarkan, namun pria ini dengan jujur mengakui masa lalunya.
"Iya, saya dulu pemakai, pak. Mulai sekitar tahun 2021," ujarnya lirih saat ditemui usai menjalani rehabilitasi.
Awalnya, ia mengaku menggunakan narkoba karena alasan stamina kerja.
"Alasannya cuma biar kuat kerja aja, pak. Capek, makanya saya pakai," katanya.
Barang haram itu ia dapat dari kawasan Gunung Bugis, salah satu daerah yang dikenal rawan peredaran narkotika di Balikpapan Barat.
Baca juga: Warga Berharap Stigma Kawasan Gunung Bugis Balikpapan ‘Kampung Narkoba’ Bisa Hilang
Selama hampir tiga tahun, ia mengonsumsi sabu secara diam-diam, hanya untuk diri sendiri.
Hingga akhirnya, pada tahun 2024, ia tertangkap polisi.
Namun keberuntungan masih berpihak padanya.
Ia tidak dipenjara, melainkan langsung menjalani rehabilitasi selama tiga bulan.
Di tempat rehabilitasi itulah titik balik hidupnya dimulai.
"Waktu itu saya sempat kepikiran mau balik lagi (pakai), tapi begitu lihat orang tua pas jenguk... saya langsung tersentuh. Di toilet saya nangis," tuturnya dengan mata menerawang.
Ia mengaku, dukungan keluarga, terutama dari ibunya, menjadi alasan utama untuk berhenti.
"Kalau teman masih ada yang pakai, saya lebih baik pergi. Takutnya terpancing. Saya pikir, teman bisa dicari, tapi orang tua nggak bisa dicari," katanya mantap.
Kini, setelah bebas dan dinyatakan bersih dari ketergantungan, ia memilih menjauh dari lingkungan lama dan fokus memperbaiki diri.
"Orang tua saya bersyukur, malah tambah sayang. Dukungan mereka nggak pernah putus," ucapnya.
Ia pun menitipkan pesan bagi siapa pun yang masih terjerat narkoba.
"Berhentilah sebelum terlambat. Kasihan orang tua, kasihan keluarga. Kalau sampai ketangkep, nyeselnya baru terasa," pungkasnya.
Dari kisahnya, terlihat bahwa di balik kerasnya realitas penyalahgunaan narkoba, masih ada ruang untuk harapan harapan yang muncul dari kasih sayang orang tua, dan tekad seorang anak untuk menebus kesalahan.
Di Balik Stigma Gunung Bugis
Persebaran Kasus Narkoba (2024–2025)
- Total kasus narkoba di Balikpapan: 315 kasus (2024)
- Kasus di Balikpapan Barat: 121 kasus
- Sekitar 90 persen kasus berasal dari kawasan Gunung Bugis dan sekitarnya
- Wilayah paling rawan: Kelurahan Baru Ulu & Baru Ilir
Jenis Narkoba yang Beredar
- Sabu (dominan)
- Ganja
- Obat terlarang/obat keras daftar G
Barang Bukti Disita (Jan–Okt 2025)
- Sabu: ± 1.970 gram (hampir 2 kg)
- Ganja: 24 gram
- Obat terlarang: Lebih 1.000 gram
Asal dan Jalur Masuk
- Sebagian besar pasokan berasal dari Samarinda
- Jalur lintas laut: Berau – Malaysia – Singapura
- Gunung Bugis menjadi titik distribusi utama di Balikpapan.
(TribunKaltim.co/Dwi Ardianto, Ardiana Kinan, Zainul, Ary Nindita Intan RS)
kampung narkoba
Gunung Bugis
Balikpapan
narkoba
Eksklusif
Multiangle
Meaningful
TribunKaltim.co
Liputan Khusus
| SPPG Wajib Pakai Air Galon, Kaltim Tegakkan Standar Baru Makan Bergizi Gratis |
|
|---|
| Orangtua di Balikpapan dan Samarinda Khawatir Kualitas Makan Bergizi Gratis, Hemat Tapi Was-was |
|
|---|
| Bank Sampah Kunci Adipura Kencana, DLH Balikpapan Targetkan Minimal 6 Unit Setiap Kelurahan |
|
|---|
| Balikpapan Terancam Darurat Sampah, Umur TPA Manggar Tinggal Hitungan Tahun |
|
|---|
| Situs Sejarah Kaltim Disiapkan Jadi Destinasi Wisata Edukasi, Masterplan Terpadu Belum Ada |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251031_Kampung-Narkoba-Bugis.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.