Berita Samarinda Terkini

Pemkot Samarinda Putuskan Tidak Ada Pembangunan Sekolah Negeri Baru 2026

Pemkot Samarinda memastikan tak ada pembangunan sekolah negeri baru di 2026 demi menjaga keseimbangan dengan sekolah swasta.

TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI
KESEIMBANGAN PENDIDIKAN - Suasana salah satu sekolah di Samarinda. Pemkot menegaskan fokus Disdikbud dalam menjaga keseimbangan antara pengembangan sekolah negeri dan keberlangsungan sekolah swasta. (TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI) 
Ringkasan Berita:
  • Pemkot Samarinda memutuskan tidak membangun sekolah negeri baru pada 2026 demi menjaga keberlangsungan sekolah swasta sebagai mitra pendidikan.
  • Disdikbud menilai jumlah SD, SMP, dan SMA saat ini sudah cukup dan perhitungan daya tampung harus berdasarkan tingkatan, bukan total siswa.
  • Penumpukan siswa hanya terjadi saat PPDB karena sekolah favorit, bukan karena kekurangan sekolah secara struktural.

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA — Pemerintah Kota Samarinda, Kalimantan Timur, memastikan tidak akan membangun unit sekolah negeri baru pada tahun 2026. 

Keputusan ini diambil sebagai langkah menjaga keseimbangan ekosistem pendidikan, sekaligus memastikan keberlangsungan sekolah swasta yang selama ini menjadi mitra strategis pemerintah dalam penyelenggaraan layanan pendidikan.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda, Asli Nuryadin, menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa terus melakukan ekspansi agresif pembangunan sekolah negeri setiap tahun tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya.

“Tahun depan sepertinya tidak ada pembangunan sekolah baru. Karena kita menjaga juga kesinambungan dengan swasta. Tahun 2025 ini banyak sekolah baru negeri, ada SDN 028 Loa Bakung yang sekolah terpadu itu, SMPN 49 di Balik Buaya, SMPN 50 di Lobang Tiga,” jelasnya.

Baca juga: Sekolah di Samarinda Masih Menunggu Juknis Pembagian Buku Gratis Penunjang Gratis

Jaga Keseimbangan Negeri–Swasta

Asli menyampaikan bahwa masyarakat memang cenderung memilih sekolah negeri, namun pemerintah harus mempertimbangkan ekosistem pendidikan secara menyeluruh.

Pembangunan sekolah negeri yang berlebihan berpotensi membuat sekolah swasta kehilangan peserta didik hingga akhirnya tutup.

“Karena swasta itu juga mitra. Bahasanya kalau kita bangun sekolah negeri jor-joran, swastanya nanti pada tutupan,” tegasnya.

Menurutnya, pembangunan sekolah baru harus dilakukan berdasarkan kebutuhan riil, kondisi keuangan daerah, dan kedaruratan di lapangan.

Tidak semua wilayah memerlukan sekolah negeri baru.

Baca juga: Andi Harun Uraikan Seragam Wajib dan Opsional di Sekolah Negeri Jenjang SD dan SMP di Samarinda

Jumlah SD, SMP, dan SMA Sudah Cukup

Asli juga menjelaskan bahwa persepsi publik mengenai kurangnya SMP negeri di Samarinda seringkali tidak tepat.

Komposisi jumlah sekolah harus dilihat berdasarkan tingkatan, bukan total jumlah siswa per jenjang.

“Kita tidak bisa menyamakan SD dengan SMP juga SMA. Kalau tiap kelurahan harus ada tidak bisa juga karena tergantung usia sekolahnya. Karena kecenderungan pendidikan itu makin ke atas makin mengerucut,” ujarnya.

Saat ini, jumlah SD negeri di Samarinda mencapai 165 sekolah, sementara SMP negeri sebanyak 50 sekolah dan SMA sekitar 20 sekolah ditambah beberapa SMK.

Menurut Asli, jumlah tersebut sudah cukup untuk menampung siswa sesuai tingkatan masing-masing.

Baca juga: Persiapan SPMB SMA dan SMK di Kaltim, Tantangan Kapasitas Sekolah Negeri dan Pemerataan Pendidikan

“Jadi jumlah 165 yang SD negeri saja itu sebenarnya sudah tertampung di 50 sekolah SMP,” ungkapnya.

Masalah Hanya Muncul Saat PPDB

Penumpukan siswa hanya terjadi pada momen PPDB, ketika masyarakat memusatkan pilihan pada sejumlah sekolah favorit.

Padahal secara keseluruhan, daya tampung SMP mencukupi.

Asli memaparkan bahwa jumlah siswa SMP sekitar 33 ribu dan siswa SD lebih dari 80 ribu sering menimbulkan kekeliruan persepsi kapasitas.

Perhitungan sebenarnya harus dibagi berdasarkan jumlah tingkatan.

Baca juga: Diduga Banyak Migrasi KTP dan KK demi Mendapatkan Sekolah Negeri di Kaltim karena Gratis

“Ingat, SMP itu kan hanya 3 tingkatan. Kalau 33 ribu dibagi 3 berarti tiap angkatan sekitar 11 ribu. Kalau SD 80 ribu, tapi dia 6 tingkatan. Kalau dibagi ya equivalent juga,” jelasnya.

Sebelum menutup penjelasannya, Asli menegaskan kembali agar publik memahami bahwa kapasitas pendidikan harus dihitung dengan pendekatan struktural, bukan total angka mentah semata.

“Jadi jangan dipikir SD ada 80 ribu, SMP ada 33 ribu maka seperti apa nampungnya, tapi dihitung per kelas atau tingkatan,” pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved