Berita Balikpapan Terkini
Disinggung Pajak THM Terlalu Tinggi, DPRD Balikpapan Nilai Angkanya Sudah Sesuai Perda
DPRD Kota Balikpapan menilai besaran tarif pajak daerah sebesar 60 persen terhadap tempat hiburan malam (THM) sudah sesuai.
Penulis: Miftah Aulia Anggraini |
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN- DPRD Balikpapan menilai besaran tarif pajak daerah sebesar 60 persen terhadap tempat hiburan malam (THM) sudah sesuai.
Hal itu disampaikan Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Balikpapan, Syukri Wahid.
Ia menanggapi usulan dari dari Forum Komunikasi Tempat Hiburan Balikpapan (FKHB) beberapa waktu lalu.
Baca juga: Tak Sesuai dengan Julukan Kota Mahdinatul Iman, DPRD Minta PAD Balikpapan Tak Bergantung Sektor THM
Baca juga: Nilai Pajak Hiburan Tinggi di Balikpapan, Berpengaruh Pada Investor
Yang meminta agar Pemerintah Kota Balikpapan merevisi besaran pajak yang dikenakan kepada pengusaha THM.
"Dengan melihat spirit Kota Balikpapan sebagai kota beriman mengharapkan agar mampu menekan orang untuk ke sana," ujar Syukri Wahid.
Menurut Politisi PKS itu, target pajak yang dikenakan masih sesuai dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Terkait pajak dan retribusi, yang menetapkan bahwa setinggi-tingginya pajak daerah yang dipungut adalah sebesar 65 persen.
Sedangkan Kota Balikpapan hanya menerapkan 60 persen untuk pajak daerah tempat hiburan malam.
"Besaran pajak hiburan tertinggi sebenarnya berasal dari bioskop bukan THM. Sehingga kita berharap, justru pajak tertingginya berasal dari situ," katanya.
Ia menjelaskan, di masa pandemi Covid 19, kontribusi pajak hiburan di Kota Balikpapan tercatat hampir Rp 6 miliar di tahun 2020.
"Dengan kata lain kontribusi pajak hiburan itu dari bioskop," tuturnya.
Meski begitu, Syukri Wahid tetap akan melanjutkan proses pembahasan terkait usulan dari para pengusaha THM.
Ia berencana akan meminta pandangan dari masing-masing fraksi yang ada di lembaga legislatif.
Hal tersebut dilakukan untuk mengkaji secara akademisi, yang juga disodorkan oleh badan pajak daerah atau kebijakan politis di Bapemperda.
“Nanti yang menentukan adalah fraksi. Jadi kita apresiasi mendengarkan aspirasi pengusaha hiburan tapi biarkan nanti dikaji terlebih dahulu," ucapnya.
Pajak Hiburan Tinggi di Balikpapan, Berpengaruh Pada Investor
Diberitakan sebelumnya, Ketua Forum Komunikasi Tempat Hiburan Balikpapan (FKTHB) Fendy Yacob menyebut, besaran pajak hiburan khusus tempat hiburan malam (THM) terlalu tinggi.
Bahkan, dikatakannya, pajak THM di Kota Balikpapan tertinggi di Indonesia.
Pasalnya, Balikpapan ini tidak menerbitkan izin pertambangan, sehingga untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), sumbernya dari sektor jasa.
Baca juga: Bapenda Kaltim Targetkan Pendapatan Pajak Kendaraan Bermotor di Kukar Tahun Ini Capai Rp 284 M
Baca juga: Tahun 2022 Usaha Walet Dibebankan Pajak, Kepala Bapenda Bontang: Walau Tak Punya Izin Juga Bayar
"Jadi dengan adanya ketergantungan dari sektor jasa, menggali PAD, salah satunya dari tempat hiburan," ungkap Fendy Yacob, Rabu (17/3/2021).
Padahal, lanjutnya, daerah sekitar seperti Samarinda pajak daerah untuk THM hanya sekitar 15 persen hingga 20 persen.
Oleh karena itu, pihaknya meminta pemerintah untuk menurunkan besaran pajak untuk THM itu.
Baca juga: Penerimaan Pajak Menyusut, Pendapatan Empat Sektor Ini di Balikpapan Paling Terdampak Selama Pandemi
Baca juga: Sosialisasi Perda Pajak, Ely Hartati Berharap Pemkab Kukar Lebih Kreatif Cari Sumber Pajak Baru
"Kita minta yang 60 persen ini diturunkan lah di angka 15 persen. Saya meyakini dengan 15 persen ini, para investor akan berlomba-lomba berinvestasi di Balikpapan," ungkapnya.
Tidak hanya menarik investor, pemkot juga harus memahami bahwa kini ada Bandara APT Pranoto di Samarinda.
Bandara SAMS Sepinggan di Balikpapan pun mendapatkan dampak dari beroperasinya bandara tersebut, yakni kurangnya jumlah penumpang.
Baca juga: Lakukan Sosialisasi Perda Pajak di Teluk Pandan, Safuad Sebut Masyarakat Setempat Sangat Antusias
Pertimbangan lainnya, Balikpapan akan menjadi jadi penyangga ibu kota negara yang baru.
Jika aturan itu tidak direvisi, maka Kota Minyak akan ketinggalan dengan Samarinda dan akan berdampak pada pendapatan asli daerah.
"Semoga usulan kita dipertimbangkan dan dapat menarik investor," ucapnya.
Penulis: Miftah Aulia Anggraini | Editor: Rahmad Taufiq