Berita Samarinda Terkini

Soal Pertamini, Pengamat Ekonomi Samarinda: Seperti Penyakit

Pembahasan peredaran bahan bakar minyak (BBM) eceran di Kota Samarinda hingga saat ini belum juga berujung

TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI
PARKIR - Pengamat Ekonomi Unmul Purwadi Purwoharsojo .TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Pembahasan peredaran bahan bakar minyak (BBM) eceran di Kota Samarinda hingga saat ini belum juga berujung.

Padahal tak sedikit kerugian yang ditimbulkan akibat meledaknya mesin-mesin Pertamini atau Pom mini di Kota Samarinda. Bahkan beberapa nyawa melayang lantaran menjadi korban dari peristiwa ini.

Namun, rupanya fenomena ini tak membuat masyarakat, khususnya pelaku usaha BBM eceran tersebut jera. Mesin-mesin Pertamini masih kian menjamur, sangat mudah ditemui di hampir seluruh ruas jalan di Kota Tepian.

Menurut Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul), Purwadi Purwoharsojo, hal ini sama seperti sebuah penyakit, lantaran sudah merebak ke berbagai kota.

Saat dihubungi oleh TribunKaltim hari ini, Minggu (19/5/2024), fenomena ini juga ia temui saat berada di luar Kota Samarinda.

Baca juga: Dibahas Berminggu-minggu Belum Rampung, SE BBM Eceran di Samarinda Bakal Disempurnakan Jadi Perda

Baca juga: Pembahasan SE BBM Eceran di Samarinda Bakal Dibahas Ulang, Potensi Bakal Jadi Perda

"Semua SPBU ngantri, tapi Pertamini penuh BBM, kan aneh," ujarnya.

Seperti penyakit, menurutnya, persoalan ini memang harus segera di urai, terlebih sudah terjadi banyaknya kerugian yang ditimbulkan. Sebab kehadiran Pertamini dan sejenisnya memang tak menjamin keamanan yang pasti baik bagi pelaku dan masyarakat sekitar.

"Ini berbicara tentang resiko, orang bikin SPBU aja ada AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) nya," ujarnya.

Di satu sisi, pengamat ekonomi Unmul ini juga mempertanyakan asal mula bisnis Pertamini yang "setengah-setengah ilegal" ini. Ia menduga ada pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan peluang bisnis tanpa mengindahkan aspek legalitas dan keamanan.

"Karena tidak mungkin mesin itu jatuh dari langit. Penjual mesin itu membaca peluang bisnis, berapa ribu yang mengambil dan berapa keuntungan dari bisnis itu. Kalau penyakitnya ini tidak ketemu tidak akan kelar semua ini," bebernya.

Belum lagi, tak sedikit masyarakat yang mengeluhkan bahwa takaran BBM di Pertamini tidak sesuai dengan standar yang berlaku di SPBU. Menurut penjelasan Purwadi pula, takaran yang ada di Pertamini bukanlah dari ranah Disperindag (Dinas Perdagangan dan Perindustrian).

Tak sampai di situ saja, Purwadi mengaku pesimis jika persoalan ini tak akan berujung, terlebih jika tak ada ketegasan baik dari Pertamina maupun pihak pemerintah.

"Baik Pertamina maupun Pemkot, jangan duduk di meja semua. Pertamina saja sudah sebut bahwa ini bukan wilayahnya. Lantas izin siapa, tidak mungkin turun dari langit. Saya juga yakin Pemkot Samarinda juga belum mengantongi berapa jumlah total data yang menjual Pertamini di Samarinda, saking menjamurnya," ungkap Purwadi.

Atas hal inilah, Purwadi mendorong Pemkot Samarinda untuk fokus mengembangkan Pertashop sebagai solusi tepat dalam mengatasi permasalahan BBM eceran di Samarinda.

Baca juga: Anggota DPRD Samarinda Minta Pemkot Jangan Hanya Larang BBM Eceran tapi Beri Solusi

"Lebih baik bikin Pertashop saja, cuannya juga jelas, regulasi dan keamanan juga sudah jelas. Pelaku usaha bisa investasi bareng-bareng, semua orang bisa. Supaya distribusi BBM nya juga tidak macet, Pertashop juga jelas ke Pertamina izinnya. Ini tinggal ketegasan antara Pemkot dan Pertamina dan masyarakat juga harus mudah diatur, ini demi kebaikan semua orang," pungkasnya. (*)

 

 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved