Horizzon

Satu Menit Empat Puluh Tujuh Detik

Rekaman suara yang kuat diduga dari Rita Widyasari, mantan Bupati Kutai Kartanegara yang tengah berperkara ini adalah sebuah pembelaan atau sanggahan

|
Penulis: Ibnu Taufik Jr | Editor: Syaiful Syafar
DOK TRIBUNKALTIM.CO
Ibnu Taufik Juwariyanto, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim. 

Boleh jadi, analisa di atas adalah analisa terlalu normatif.

Sebab, seorang narapidana masih berpeluang untuk bertemu dengan siapapun dalam batas-batas tertentu.

Keluarga atau pengacaranya, atau orang-orang dekat di lingkarannya mash tetap berpeluang bertemu pada waktu yang ditentukan.

Bukankah boleh saat itu rekaman suara ini dibuat dan kemudian disebar oleh pihak lain.

Baca juga: Benarkah Kaltim jadi Tuan Rumah IKN?

Tetapi lagi-lagi jika melihat kontennya, jika kita tak benar-benar yakin bahwa rekaman suara itu adalah suara Rita, apa urgensinya media ikut mengoptimasi atau mengamplifikasinya?

Ini adalah otokritik untuk pers kita saat ini.

Untuk istilah yang lebih sopan dari era 'barbar', pers kita sedang terjebak pada pragmatisme yang cukup akut.

Nyaris tanpa filter kita menggunakan konten tersebut tanpa pernah mengkonfirmasi dan menguji kesahihan bahwa itu benar-benar suara Rita.

Tribun Kaltim termasuk bagian yang tak bisa menahan syahwat untuk bertahan pada prinsip dasar jurnalistik.

Dengan pertimbangan tak ingin ketinggalan atau kalah di search engine, semua menjadi tak peduli dengan pedoman-pedoman dasar bermedia.

Baca juga: Ketika Batu Bara Dengar Cerita tentang Derita Timah

Jika boleh berpendapat dan kembali di bagian awal tutisan ini, isi dari rekaman tersebut sama sekali tak bersifat urgen.

Konten ini baru menjadi urgen dan layak menjadi penyeimbang jika kita sebagai jurnalis meyakini bahwa itu benar-benar suara Rita Widyasari.

Kedua, jika benar potongan suara itu adalah suara Rita yang dikirim ke seorang jurnalis atau orang kepercayaan Rita, maka kita harus berpikir normatif bahwa itu sebenarnya konten eksklusif dan sayang untuk disebarkan.

Jika seorang jurnalis memeroleh informasi penting dari narasumber mahkota, artinya ia memiliki akses spesial dan seharusnya di-keep dan menjadi bahan ekslusif sebagai bukti positioning yang bersangkutan.

Asumsinya, rekaman itu bocor dan tak sengaja terkirim ke publik.

Baca juga: Kebenaran Baru dan Kegagalan Pers

Halaman
123
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved