Berita Kaltim Terkini

3 Syarat Program Gratispol dari Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud untuk Mahasiswa S1 hingga S3

Inilah 3 syarat yang wajib diperhatikan untuk mengikuti program Gratispol dari Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas'ud

TribunKaltim.co/Rita Lavenia
PROGRAM GRATISPOL KALTIM - Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim Rudy Masud-Seno Aji bersama Ketua Baznas Kaltim Ahmad Nabhan saat dijumpai awak media usai menyalurkan zakat kepada Baznas di Kantor Gubernur Kaltim, Senin (10/3/2025). Inilah 3 syarat yang wajib diperhatikan untuk mengikuti program Gratispol dari Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas'ud. (TribunKaltim.co/Rita Lavenia) 

Menurut data, terdapat 63 kampus swasta dan negeri yang tersebar di seluruh Kaltim. 

Nantinya anggaran bukan dalam bentuk beasiswa namun akan langsung masuk ke rekening kampus dengan nilai yang disesuaikan data jumlah mahasiswa. 

"Jadi bukan ditransfer ke mahasiswa. Kita tidak mau dong niatnya bantu untuk uang kuliah malah dipakai untuk hal lain," candanya. 

Dasmiah mengatakan saat ini seluruh kampus telah menyetorkan jumlah kuota mahasiswa setiap jurusannya. 

Namun data tersebut belum dapat dipublikasikan sebab masih dalam tahap verifikasi. 

"Kita enggak mau enggak tepat sasaran. Misal kampus mengajukan kuota 500 mahasiswa. Pas kita verifikasi ternyata kuotanya cuma 100 kan enggak mungkin kita kasih 500," jelasnya. 

Lalu bagaimana dengan muda mudi Kaltim yang berkuliah di luar daerah? Dasmiah menjelaskan tak perlu khawatir sebab akan tetap diberi bantuan dalam bentuk beasiswa. 

"Tapi ada syaratnya. Kalau mau kuliah di luar daerah dengan beasiswa dari pemprov, kampus yang dituju harus berakreditasi bagus. Kalau di Kaltim lebih bagus, ngapain keluar kan?" Ujar Dasmiah. 

Melalui kesempatan ini Dasmiah juga meluruskan bahwa kuliah gratis D3 sampai S3 di Kaltim tidak memandang akreditasi kampus, status unggulan, program studi ataupun harus mahasiswa berprestasi. 

"Namanya gratispol berarti untuk semua mahasiswa. Baik di kampus negeri maupun swasta. Saat ini ada 63 kampus se Kaltim dan semua berhak mendapat program ini," tegas Dasmiah. 

Pihaknya menargetkan proses verifikasi guna mendapat data valid kuota tiap kampus bisa selesai pekan depan agar bisa diluncurkan pada 21 April 2025.
"Nanti saat kita launching baru akan kita beber data lengkapnya," ujarnya. 

Dasmiah juga menyebutkan bantuan maksimal Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk setiap mahasiswa sebesar Rp5 juta. 

Namun khusus ilmu kedokteran dan kesehatan mendapat anggaran lebih yaitu Rp7,5 juta. 

"Di luar itu (kedokteran dan kesehatan), kalau UKTnya misal Rp7 juta, maka Rp2 jutanya masuk tanggungan sendiri," jelasnya. 

Pernyataan ini pun menuai pro dan kontra. Masyarakat menilai adanya intervensi 'tanggungan pribadi' memberi kesan program tersebut tidak murni gratis. 

Baca juga: Lewat Program Gratispol, Pemprov Kaltim Bakal Berangkatkan Umrah Ratusan Marbot Setiap Tahun

Namun Dasmiah menegaskan dari hasil verifikasi mereka rata-rata UKT di kampus se Kaltim masih di bawah Rp5 juta. 

"Contoh Kota Bontang. Dari 6 perguruan tingginya, hanya ada 1 kampus yang ada UKTnya di atas lima juta rupiah. Tentu itu juga akan disesuaikan apakah kelebihannya akan ditunjang dari anggaran daerahnya. 

Makanya mekanismenya masih tahap final. Nanti akan disampaikan lebih terperinci," jelasnya. 

Tentang Program Gratispol

Program Pendidikan Gratispol ala Rudy Mas'ud-Seno Aji dinilai bisa saja oleh Pokja30 Kaltim. 

Hal itu disampaikan oleh Buyung Marajo selaku Koordinator Pokja30 Kaltim saat dikonfirmasi pada Kamis, (10/4). 

Ia mengatakan Pendidikan, orang miskin, anak-anak, kesehatan dan lain-lain sebagaimana sudah diamanhkan undang-undang dan itu menjadi tanggung jawab dari negara terhadap rakyatnya. 

Lebih lanjut Ia mengatakan sebagai pemimpin daerah yang bersifat administratif, Gubernur hanya mengakselerasi bagimana pendidikan, kesehatan, infrastruktur itu bisa dinikmati semua orang tanpa memandang persoalan wilayah dan lainnya. 

“Program Pendidikan Gratispol itu sesuatu yang biasa aja, tidak populis," ujarnya. 

"Gratis itu kan sudah diamanhkan undang-undang, uang yang diberikan pemerintah daerah lewat program kepala daerah itu kan bahan janji politiknya," 

Lebih lanjut Ia menyampaikan jika benar Program Pendidikan Gratispol itu diterapkan tahun 2025 dan tidak sesuai dengan kebutuhan penerimaan (SPP) makan itu bukan disebut sebagai program gratispol melainkan insentif. 

"Ini kan masih abu-abu tentang gratispol. gratis apanya dulu, gratis biaya pendidikan tapi ada beban pendidikan yang lain yang diberikan. Namanya gratis, tidak akan dikenakan biaya, Kalau ada anggaran itu, itu bukan beasiswa tetapi insentif," ucapnya. 

Buyung menjelaskan Pendidikan Gratispol bukan hanya bicara soalnya beasiswa baik yang diterima di sekolah tingkat dasar hingga program doktor, tetapi bagimana pemerintah harus memikirkan baik dari segi infrastruktur pendidikan, tenaga pengajar, kualitas guru hingga dosen terpenuhi. 

"Bukan uangnya, tapi bagimana pendidikan itu bisa dirasakan semua orang yang mendapatkan pendidikan tidak membayar apapun, tidak ada pungli, tidak ada kewajiban membeli buku, membeli seragam sekolah," katanya. 

Ia juga menegaskan klasifikasi atau syarat dalam penerimaan program pendidikan Gratispol dari Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud-Seno Aji tidak sesuai dengan janji-janji saat pilkada. 

"Klasifikasi Gratispol mengkhianati janji pada pilkada, misalnya harus ada terakreditasi, harus ada klasifikasi, pendidikan itu ndak perlu diklasifikasi, siapa yang bersekolah, siapa yang berkuliah itu tanggung negara termasuk daerah, kalau alasan efisiensi, kurangi perjalanan dinas, dan makan minum
rapat, setiap OPD di provinsi Kalimantan Timur," tegasnya. 

Bicara soal transparansi anggaran dalam program pendidikan Gratispol yang akan disalurkan, Pemerintah harus sesuai berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 Tentang keterbukaan informasi publik.

Namun di Kalimantan Timur Ia melihat keterbukaan informasi publik yang dilakukan oleh Pemerintah masih tertutup. Baik dari Perencanaan hingga evaluasi. 

"Transparansi anggaran itu di Kalimantan Timur adalah momok yang sangat menakutkan bagi siapa? Bagi pemerintah daerah, untuk terbuka," ujarnya. 

Dari segi manfaat program Gratispol baik terhadap penerimaan maupun Pemerintah Kaltim, Ia menyarankan diperlukan monitoring dan evaluasi sehingga tidak seperti beasiswa Kaltim sebelumnya.

"Ini kan belum diluncurkan, masih memilah milih, atau masih berkelit dulu untuk keluarkan anggarannya. Jangan sampai mereka melakukan hal sama seperti Kaltim tuntas dan beasiswa Kaltim tuntas tidak pernah ada evaluasi tidak pernah dimonitoring," ujarnya. 

Suara Seorang Ibu Tunggal Tentang Gratispol

Bermimpi Sang Anak jadi Mahasiswa 

Sintya Alfatika Sari, Samarinda

Program gratispol hingga jenjang S3 diharapkan menjadi pintu bagi orang-orang seperti Andi Rosmini melihat anak-anaknya meraih pendidikan setinggi-tingginya.

Karena selama ini pendidikan tinggi ibarat kata-kata asing bagi mereka tak hanya dari siss ekonomi tapi juga informasi. 

Program Gratispol yang digaungkan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rudy Mas’ud, sebagai jalan pendidikan gratis dari D3 hingga S3 bagi warga Kaltim mulai membuka harapan banyak keluarga. 

Tapi di balik semangat besar itu, masih ada suara-suara kecil yang penuh harap, namun juga menyimpan keraguan, seperti kisah Andi Rosmini, seorang ibu rumah tangga asal Samarinda Seberang yang kehilangan suaminya tahun lalu. 

Rosmini kini menjalani hari-harinya sebagai orang tua tunggal, menghidupi dua anaknya yang masih sekolah:

Andhika, siswa kelas 3 SMK, dan adiknya yang duduk di kelas 5 SD.

Sejak sang suami yang bekerja sebagai pencuci bus di Terminal Banjarmasin meninggal dunia pada 3 Oktober 2024 akibat sakit, Rosmini menggantikan peran ganda dalam keluarga. 

Ia bekerja serabutan membantu usaha tetangga, sambil mengandalkan dukungan keluarga, khususnya adik iparnya yang secara rutin membantu keuangan anak-anaknya. 

Rosmini mengaku pernah mendengar soal Gratispol, namun informasi itu datang bukan dari pemerintah secara langsung, melainkan hanya lewat cerita orang. 

“Katanya cuma yang semester dua yang bisa, itu juga cuma dengar-dengar,” ujarnya saat ditemu  TribunKaltim, Rabu (9/4). 

Ia mengaku tidak aktif mengikuti berita, dan bingung bagaimana cara mendapatkan informasi resmi soal program itu. 

Andhika, anak sulungnya, sudah mencoba mendaftar ke Politeknik Negeri Samarinda (Polnes) karena lokasinya dekat dari rumah, namun gagal di seleksi gelombang pertama. 

“Teman-temannya juga banyak yang tidak lolos, cuma satu yang masuk jurusan pelayaran,” kenang Rosmini. 

Kini, Andhika sedang mempertimbangkan jalur mandiri, tapi tetap memilih kuliah di dekat rumah. 

Rosmini menceritakan, anaknya sempat ditawari kuliah di Penajam oleh pamannya, namun ia menolak. 

“Dia bilang tidak mau jauh dari saya. Bapaknya sudah enggak ada, dia enggak mau jauh-jauh,” kata Rosmini. 

Bagi Rosmini, pendidikan tinggi adalah sesuatu yang masih asing, bukan hanya dari sisi ekonomi, tapi juga dari segi informasi. 

“Saya nggak ngerti soal kuliah. Jadi saya suruh anak saya tanya-tanya sama temannya saja,” ungkapnya. Ketidaktahuan inilah yang membuatnya ragu saat mendengar anaknya mau daftar Gratispol. Ia sempat khawatir, lantaran Andhika kurang percaya diri setelah mendengar bahwa beasiswa tergantung nilai. 

“Saya bilang sama anak, coba saja dulu. Kan katanya bisa sampai S3, kalau memang lulus. Saya juga disuruh keluarga pantau terus informasinya, tapi saya nggak tahu harus lihat di mana,” ucapnya. 

Sementara itu, untuk biaya kuliah, Rosmini sudah mulai menyisihkan sedikit demi sedikit dari bantuan bulanan sang adik ipar. 

“Kalau sistem kuliah bayar tiap enam bulan, saya rasa bisa dicicil. Yang penting anak saya bisa lanjut,” katanya. 

Rosmini bukanlah ibu yang menuntut banyak dari negara. Ia hanya ingin anaknya bisa kuliah, bisa mengangkat kehidupan mereka yang selama ini serba terbatas. 

“Sebelumnya anak saya enggak pernah dapat beasiswa. Kalau adiknya pernah dua kali dari PIP (Program Indonesia Pintar). Saya pengennya si Andhika daftar Gratispol, tapi saya takut dia nggak lulus,” ucap Rosmini. 

Rosmini sendiri berasal dari Sulawesi Selatan, merantau ke Samarinda sejak 2006.

Dalam keterbatasan hidup di tanah perantauan, ia ingin memberikan sesuatu yang lebih baik untuk masa depan anak-anaknya.

Namun program Gratispol yang digadang-gadang mampu memberi akses pendidikan merata itu, belum sepenuhnya menjangkau orang seperti Rosmini.
“Apalagi saya sebagai orang tua yang kurang ngerti,” tutur Rosmini. 

Rosmini percaya pada niat baik pemerintah. Ia melihat janji Gratispol sebagai sesuatu yang patut didukung. 

“Kalau dari caranya saya lihat bagus. Kita harus percaya, karena tidak semua orang punya kemampuan sama. Tapi ini kan baru, makanya harus dikasih tahu lebih jelas lagi supaya semua bisa percaya dan ikut,” ujarnya. 

Kini, Rosmini masih menanti sambil terus menyemangati Andhika untuk tidak menyerah. 

“Omnya bilang, jangan langsung kerja setelah lulus. Pokoknya kuliah dulu. Itu harapan kami,” tutupnya.

Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved