Berita Samarinda Terkini

Tercatat 18.039 Keluarga di Samarinda Beresiko Stunting, DPPKB Sebut Butuh Sinergi Lintas OPD

Angka Stunting di Samarinda capai 18.039, DPPKB sebut Penurunan angka stunting tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan sektoral semata

TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI
ANGKA STUNTING SAMARINDA - Pemkot Samarinda dan DPRD saat rapat membahas terkait strategi penanganan stunting. Rapat tersebut menyoroti pentingnya intervensi lintas sektor untuk menurunkan angka stunting dan meningkatkan kualitas hidup keluarga berisiko. (TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI) 

“Terkait jamban, tahun ini Dinas Perkim menyediakan kurang lebih 500 septic tank. Harapannya, seluruh upaya diarahkan pada 18.039 keluarga tersebut. Setidaknya, jika kita bisa mengurangi dari 500 yang tidak memiliki jamban, sudah memberi dampak besar,” tambahnya.

Terkait hasil Rembug Stunting yang baru saja dilaksanakan, Isfihani menilai masih terlalu dini untuk melihat dampaknya secara konkret. Namun demikian, ia menyebutkan sudah ada beberapa OPD yang mulai mengambil peran, meskipun dari sisi anggaran dinilai belum cukup optimal.

“Kami melihat ada beberapa anggaran dari Dinas Sosial, misalnya, fokus pada posyandu, tetapi anggarannya hanya sekitar Rp470 juta untuk Kader Pembangunan Manusia Holistik. Kader ini hanya satu orang per kelurahan, dari total 59 kelurahan. Apakah mereka mampu menangani semua?” tanyanya.

Sebagai alternatif, DPPKB mengusulkan optimalisasi 969 Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang telah dibentuk. Setiap tim terdiri dari tiga unsur—PKK, petugas KB, dan tenaga kesehatan—yang bertugas melakukan kunjungan rutin ke ibu hamil dan balita.

“Minimal enam kali kunjungan untuk ibu hamil di setiap kelurahan, dan minimal satu kali kunjungan per bulan untuk balita. Idealnya mengikuti Standar Pelayanan Minimal (SPM), tapi semua kembali pada ketersediaan anggaran,” kata Isfihani.

Baca juga: Wakil Ketua DPRD Balikpapan Budiono Dukung Penuh Program Pemkot Prioritas Pencegahan Stunting

Lebih jauh, ia menekankan bahwa intervensi terhadap stunting harus dimulai sedini mungkin, bahkan sejak masa remaja. Remaja perempuan, terutama yang mengalami anemia, harus diberikan tablet tambah darah secara rutin.

Calon pengantin pun perlu mendapatkan edukasi sebelum memasuki masa pernikahan dan kehamilan.

“Kami menyarankan untuk mengikuti prinsip 4T: tidak terlalu tua, tidak terlalu muda, tidak terlalu dekat jarak kelahiran, dan tidak terlalu banyak anak. Dua anak cukup. Karena kita bicara keluarga, bukan hanya jumlah jiwa,” jelasnya.

Isfihani kembali menegaskan bahwa jika 18.039 keluarga yang teridentifikasi berisiko tidak mendapatkan intervensi segera, maka angka stunting di Samarinda akan terus meningkat. Ia berharap peran lintas sektor bisa menjawab berbagai kebutuhan dasar masyarakat, mulai dari air bersih, sanitasi, hingga edukasi kesehatan.

“Sejauh ini, intervensi sudah berjalan. Harapannya, tidak ada lagi warga yang tidak memiliki jamban serta dapat air minum yang layak. Ada warga yang belum memiliki akses air minum sehat, ini perlu diselesaikan, salah satunya oleh PDAM, atau setidaknya warga mampu membeli air galon. Tapi jika mereka miskin, maka intervensi lintas sektor sangat diperlukan,” tandasnya.

Saat ini, angka stunting di Samarinda tercatat masih di angka 24 persen, turun tipis dari angka sebelumnya 25 persen.

Namun demikian, pihaknya masih menunggu data resmi terbaru dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) untuk memperoleh gambaran yang lebih valid. (*)

Ikuti berita populer lainnya di Google NewsChannel WA, dan Telegram.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved