Berita Samarinda Terkini

Tercatat 18.039 Keluarga di Samarinda Beresiko Stunting, DPPKB Sebut Butuh Sinergi Lintas OPD

Angka Stunting di Samarinda capai 18.039, DPPKB sebut Penurunan angka stunting tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan sektoral semata

TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI
ANGKA STUNTING SAMARINDA - Pemkot Samarinda dan DPRD saat rapat membahas terkait strategi penanganan stunting. Rapat tersebut menyoroti pentingnya intervensi lintas sektor untuk menurunkan angka stunting dan meningkatkan kualitas hidup keluarga berisiko. (TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI) 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Penurunan angka stunting di Kota Samarinda tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan sektoral semata.

Dengan angka prevalensi yang masih berada pada 24 persen, upaya percepatan penanggulangan stunting dinilai perlu ditempuh melalui konvergensi lintas sektor yang lebih terarah dan berbasis data. 

Hal ini ditegaskan oleh Plt Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Samarinda, Isfihani, usai pelaksanaan rapat hearing angka rill terkini 2024-2025 kasus stunting dan upaya pemkot untuk percepatan penurunan stunting di Ruang Rapat Lt 1 DPRD Samarinda, Kamis (17/4).

“Stunting itu terbagi menjadi dua. Kalau kita bicara stunting, sebenarnya itu ranahnya PKK. Tadi disampaikan, dari eksposenya kurang lebih ada 3.000 angka stunting. Nah, kalau PKK hanya menangani 30 persen, maka 70 persennya ditangani melalui konvergensi seluruh OPD,” ujarnya.

Isfihani menjelaskan bahwa pendekatan yang hanya mengandalkan intervensi spesifik seperti pemberian obat atau penanganan medis kepada anak stunting hanya memberikan dampak sekitar 30 persen.

Baca juga: Genting Jadi Program Andalan Pemkab Kutim dalam Cegah Stunting

Selebihnya, yakni 70 persen, membutuhkan intervensi sensitif dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang memiliki peran langsung terhadap lingkungan dan perilaku keluarga.

“Misalnya, dari Dinas Sosial, salah satunya adalah bagaimana meningkatkan kunjungan ibu hamil, baduta, dan balita ke posyandu. Saat ini, tingkat kunjungan itu baru sekitar 60 persen. Padahal itu bisa mencapai 98 persen. Itu merupakan bentuk komitmen semua pihak agar sasaran datang ke posyandu. Itu yang pertama,” sebutnya mencontohkan.

Data DPPKB menunjukkan bahwa saat ini terdapat 18.039 keluarga di Samarinda yang tergolong berisiko stunting.

Isfihani menekankan pentingnya menjadikan data ini sebagai rujukan utama dalam penyusunan dan pelaksanaan program lintas sektor.

“Misalnya, Dinas Perikanan dengan program GEMARIKAN (Gemar Makan Ikan). Sasarannya harus jelas, yaitu keluarga-keluarga yang masuk dalam data 18.039 itu. Begitu juga dengan Dinas Pertanian, harus menyasar kelompok tersebut,” tegasnya.

Baca juga: Pemkot Samarinda Andalkan TP PKK dan Posyandu Turunkan Stunting

Upaya penanganan, menurut Isfihani, harus dilakukan secara berlapis dan berkelanjutan, dimulai dari pasangan usia subur, ibu hamil, masa seribu hari pertama kehidupan (0–2 tahun), hingga balita berusia lima tahun.

Ia juga menyoroti masih adanya persoalan mendasar yang turut memperbesar risiko stunting, seperti keterbatasan akses air bersih dan sanitasi layak.

“Ada penapisan yang dilakukan, di antaranya adalah mereka yang tidak memiliki akses air bersih, kurang lebih ada sekitar 5.000 orang. Lalu, ada juga yang tidak memiliki jamban sehat, kurang lebih sekitar 500 rumah. Itu semua berdasarkan data kami,” bebernya.

Persoalan infrastruktur dasar ini, lanjutnya, menjadi tanggung jawab OPD teknis seperti Dinas PUPR dan PDAM, sesuai dengan program prioritas Wali Kota yang menargetkan 100 persen warga memiliki akses air bersih.

Kendala pun muncul, terutama bagi warga yang menempati rumah sewa, yang kerap tidak mendapatkan fasilitas air bersih dan sanitasi memadai.

Baca juga: Rinda Wahyuni Andi Harun Kembali Pimpin TP PKK Samarinda, Prioritaskan Penurunan Stunting

“Terkait jamban, tahun ini Dinas Perkim menyediakan kurang lebih 500 septic tank. Harapannya, seluruh upaya diarahkan pada 18.039 keluarga tersebut. Setidaknya, jika kita bisa mengurangi dari 500 yang tidak memiliki jamban, sudah memberi dampak besar,” tambahnya.

Terkait hasil Rembug Stunting yang baru saja dilaksanakan, Isfihani menilai masih terlalu dini untuk melihat dampaknya secara konkret. Namun demikian, ia menyebutkan sudah ada beberapa OPD yang mulai mengambil peran, meskipun dari sisi anggaran dinilai belum cukup optimal.

“Kami melihat ada beberapa anggaran dari Dinas Sosial, misalnya, fokus pada posyandu, tetapi anggarannya hanya sekitar Rp470 juta untuk Kader Pembangunan Manusia Holistik. Kader ini hanya satu orang per kelurahan, dari total 59 kelurahan. Apakah mereka mampu menangani semua?” tanyanya.

Sebagai alternatif, DPPKB mengusulkan optimalisasi 969 Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang telah dibentuk. Setiap tim terdiri dari tiga unsur—PKK, petugas KB, dan tenaga kesehatan—yang bertugas melakukan kunjungan rutin ke ibu hamil dan balita.

“Minimal enam kali kunjungan untuk ibu hamil di setiap kelurahan, dan minimal satu kali kunjungan per bulan untuk balita. Idealnya mengikuti Standar Pelayanan Minimal (SPM), tapi semua kembali pada ketersediaan anggaran,” kata Isfihani.

Baca juga: Wakil Ketua DPRD Balikpapan Budiono Dukung Penuh Program Pemkot Prioritas Pencegahan Stunting

Lebih jauh, ia menekankan bahwa intervensi terhadap stunting harus dimulai sedini mungkin, bahkan sejak masa remaja. Remaja perempuan, terutama yang mengalami anemia, harus diberikan tablet tambah darah secara rutin.

Calon pengantin pun perlu mendapatkan edukasi sebelum memasuki masa pernikahan dan kehamilan.

“Kami menyarankan untuk mengikuti prinsip 4T: tidak terlalu tua, tidak terlalu muda, tidak terlalu dekat jarak kelahiran, dan tidak terlalu banyak anak. Dua anak cukup. Karena kita bicara keluarga, bukan hanya jumlah jiwa,” jelasnya.

Isfihani kembali menegaskan bahwa jika 18.039 keluarga yang teridentifikasi berisiko tidak mendapatkan intervensi segera, maka angka stunting di Samarinda akan terus meningkat. Ia berharap peran lintas sektor bisa menjawab berbagai kebutuhan dasar masyarakat, mulai dari air bersih, sanitasi, hingga edukasi kesehatan.

“Sejauh ini, intervensi sudah berjalan. Harapannya, tidak ada lagi warga yang tidak memiliki jamban serta dapat air minum yang layak. Ada warga yang belum memiliki akses air minum sehat, ini perlu diselesaikan, salah satunya oleh PDAM, atau setidaknya warga mampu membeli air galon. Tapi jika mereka miskin, maka intervensi lintas sektor sangat diperlukan,” tandasnya.

Saat ini, angka stunting di Samarinda tercatat masih di angka 24 persen, turun tipis dari angka sebelumnya 25 persen.

Namun demikian, pihaknya masih menunggu data resmi terbaru dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) untuk memperoleh gambaran yang lebih valid. (*)

Ikuti berita populer lainnya di Google NewsChannel WA, dan Telegram.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved