Pemangkasan Dana Transfer Daerah

Pengamat Unmul Soroti Sikap Pasif Pemprov Kaltim Soal Pemangkasan DBH

Pengamat Unmul kritik sikap pasif Pemprov Kaltim terkait isu pemangkasan Dana Bagi Hasil yang dinilai mencederai otonomi daerah

HO/SAIFUL BAHTIAR
SOROTI SIKAP PEMPROV - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Saiful Bahtiar menyatakan pandangannya, dengan sikap pemerintah provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Dosen Fakultas Sosial dan Ilmu Politik ini menyayangkan sikap unsur pimpinan di eksekutif, maupun legislatif yang terkesan tenang saja dengan isu pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH). (HO/SAIFUL BAHTIAR) 

"Kita bisa lihat saja kasus PBB (Pajak Bumi Bangunan), itu kan bermula dari efisiensi pusat yang membuat dana transfer berkurang. Mestinya kan otaknya berpikir untuk menghindari supaya rakyat tidak jadi korban,” tukasnya.

Saiful menekankan, Gubernur, Walikota, Bupati, hingga unsur pimpinan legislatif adalah pejabat definitif yang dipilih untuk mewakili masyarakat, bukan hanya wakil partai politik.

"Kepala daerah tidak sedang mewakili dirinya atau kelompok tertentu. Ia mewakili rakyat yang kehidupannya bergantung pada kebijakan fiskal. Ada kesalahan dalam logika berpikirnya," singgungnya.

Apalagi, di tingkat provinsi yang sering mengklaim mereka perpanjangan tangan pusat di daerah, logika ini, seperti sangat tidak memahami makna dari otonomi.

Aturan desentralisasi sangat jelas, dalam undang–undang (UU) 32/2004 tentang Pemda. 

Baca juga: APBD Perubahan 2025 Kaltim Dibahas, Hasanuddin Masud: Kita Tunggu Kepastian Pemangkasan DBH

Lebih jauh, Saiful menilai rencana pemangkasan DBH semakin memperlebar ketimpangan hubungan pusat dan daerah.

Ia menyinggung UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) yang merevisi UU 33 Tahun 2004, masih menyisakan masalah ketimpangan fiskal dan mengurangi kewenangan daerah.

"Ini kan Malah mengabaikan asas desentralisasi, pembagian itu saja (DBH) sudah tidak proporsional. Sekarang ditambah rencana pemangkasan, artinya ketidakadilan semakin menjadi-jadi. Seharusnya pemimpin daerah berdiri paling depan menolak,” pungkas Saiful. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved