Berita Nasional Terkini

Beda Sikap dengan PBNU, Warga Nahdlatul Ulama Alumni UGM Tolak Izin Kelola Tambang dari Pemerintah

Beda sikap dengan PBNU, warga Nahdlatul Ulama alumni UGM tolak izin kelola tambang dari Pemerintah.

Editor: Amalia Husnul A
Dok. MIND ID
WARGA NU BEDA SIKAP - Ilustrasi tambang. Beda sikap dengan PBNU, warga Nahdlatul Ulama alumni UGM tolak izin kelola tambang dari Pemerintah. 

TRIBUNKALTIM.CO - Presiden Jokowi telah membuka peluang ormas keagamaan untuk mengelola tambang yang segera disambut Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU.

Izin untuk PBNU mengelola tambang bahkan segera akan diterbitkan, sementara sejumlah warga Nahdlatul Ulama (NU) alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) menyuarakan penolakan terhadap izin kelola tambang ini.

Berbeda sikap dengan PBNU, warga NU alumni UGM mengungkap sejumlah alasan menolak izin kelola tambang yang diberikan Pemerintah.

Simak update terkait izin kelola tambang yang diberikan Pemerintah untuk ormas keagamaan termasuk PBNU dan sikap warga NU alumni UGM.

Baca juga: Profil Gus Gudfan, Dipercaya Kelola Tambang Batu Bara PBNU, Bukan Sosok Baru di Pertambangan

Baca juga: PBNU Gerak Cepat Langsung Ajukan Izin Tambang, Gus Yahya Sebut NU Sedang Butuh: Apapun yang Halal

Baca juga: Ormas Keagamaan Kelola Tambang Dinilai Melanggar UU Minerba, Pengamat sebut yang Menolak Realistis

Sejumlah warga NU alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menolak pemberian izin tambang dari pemerintah kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

Penolakan ini muncul di tengah sikap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sendiri yang sudah siap menerima pemberian izin pengelolaan tambang dari pemerintah.

Peneliti Pusat Studi Energi UGM Ahmad Wardhana mengatakan, faktor utama pihaknya menolak karena pertambangan merusak lingkungan dan hutan. 

Hal itu ia katakan dalam dalam jumpa pers bertajuk ”Warga NU Alumni UGM Tolak Tambang untuk Ormas” yang digelar secara virtual melalui Zoom Meeting, Minggu (9/6/2024) malam, seperti dikutip dari Kompas.id. 

Ahmad menyebut, sumber energi batubara belum bisa dilepaskan dari perusakan lingkungan. 

Upaya pemerintah itu dinilai positif dan sudah ada rencana untuk menutup sejumlah pembangkit listrik dari batubara.

”Tapi, ketika NU masuk, itu mereka akan ragu untuk melanjutkan transisi.

Mengapa? NU itu dikenal sebagai lembaga yang punya pengaruh sosial politik besar.

PBNU DAPAT KONSESI TAMBANG KPC - Ilustrasi aktivitas penambangan di lingkungan Kaltim Prima Coal (KPC) di Kaltim. PBNU bakal dapat jatah konsesi tambang bekas KPC milik grup Bakrie di Kaltim. Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil: izin terbit pekan depan.
PBNU DAPAT KONSESI TAMBANG KPC - Ilustrasi aktivitas penambangan di lingkungan Kaltim Prima Coal (KPC) di Kaltim. Beda sikap dengan PBNU, warga Nahdlatul Ulama alumni UGM tolak izin kelola tambang dari Pemerintah. (kpc.co.id)

NU punya image sebagai lembaga yang menentukan halal, haram, atau makrufnya sesuatu,” ungkapnya seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.tv.

Menurut dia, para pengusaha tambang batubara dan pembangkit listrik batubara yang beralih jadi ragu.

Baca juga: Daftar 6 Lokasi dan Luasan Konsesi Tambang Bekas PKP2B untuk Ormas Keagamaan, Ada di Kaltim

”Lha wong NU saja mulai masuk ke batubara, mengapa saya harus pergi. Ini mereka jadi ragu,” ujarnya.

Namun, dampak perubahan iklim tidak dialami langsung oleh mereka yang bisa menikmati listrik 24 jam, tetapi dampaknya akan jelas pada para nelayan.

”Yang kena adalah saudara-saudara kita yang tidak punya listrik.

Saudara-saudara kita nelayan di pinggir laut yang kena dampak naiknya muka air laut.

Jangan-jangan kita semua yang di perkotaan, yang punya listrik 24 jam, bisa mengakses berita dengan mudah, jangan-jangan kita itu bagaikan naik kapal di planet Bumi yang terombang-ambing dalam lautan takdir terus kena perubahan iklim mau tenggelam dan dengan diamnya kita, kita itu sedang membuang saudara-saudara kita yang rentan terhadap perubahan iklim itu ke tengah laut,” papar dia.

Seperti diberitakan Kompas.id (Kamis, 6/6/2024), Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Yahya Cholil Staquf menyampaikan rencana PBNU mengajukan izin usaha tambang di Jakarta, Kamis (6/6/2024).

PBNU mengklaim tambang yang akan mereka jalankan bakal ramah lingkungan. 

PBNU dapat Jatah Konsesi Bekas KPC

Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia mengatakan izin konsesi tambang kepada PBNU akan segera terbit pekan depan.

Izin konsesi tambang yang akan diberikan pada PBNU adalah jatah tambang batubara bekas dari PT Kaltim Prima Coal atau KPC milik grup usaha Bakrie di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).

Lahan tersebut adalah hasil penciutan yang telah dikembalikan lagi kepada negara dan belum memiliki izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah selesai dan akan diterbitkan pekan depan.

Baca juga: Trending, Sikap Muhammadiyah dan PGI, Jokowi Teken PP yang Izinkan Ormas Keagamaan Kelola Tambang

"Oh kalau NU sudah jadi, sudah berpores. Saya akan pakai prinsip karena ini kan untuk tabungan akhirat, ini lebih cepat lebih baik," kata Bahlil kepada wartawan di Kantor BKPM, Jumat (7/6/2024).

Menurut Bahlil, penerbitan IUP kepada PBNU itu dilakukan sejalan dengan telah dibentuknya badan usaha sesuai Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

"Contoh, NU yang sudah kita lihat. NU mendapat, tapi NU membuat badan usaha. Jadi badan usahanya.

Nanti dikelola secara profesional. Saya sudah membaca beberapa rilis PBNU dan betul mungkin kalau tidak salah Minggu depan sudah selesai urusannya," jelasnya.

Namun, dia enggan menjelaskan jumlah cadangan yang ada di wilayah tersebut.

"Pemberian kepada PBNU adalah eks KPC.

Berapa cadangannya nanti begitu kita kasih, tanya mereka," ungkapnya seperti dikutip TribunKaltim.co dari Tribunnews.com di artikel berjudul Menteri Bahlil: Izin Usaha Tambang PBNU Terbit Pekan Depan.

PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang memberikan izin kepada ormas keagamaan untuk mengola tambang jadi sorotan. 

Terkait dengan PP yang memberi izin kepada ormas keagamaan ini, Pemerintah telah menyiapkan 6 lokasi lahan bekas onsesi tambang

Sebagian ormas keagamaan telah menyatakan menolak meski dengan diizinkan PP yang sudah ditandatangani Jokowi 

Pengamat menilai beberapa Organisasi Masyarakat (Ormas) keagamaan yang menolak menerima karpet merah untuk mengelola tambang dari pemerintah Jokowi adalah tindakan yang tepat dan realistis.

Diberitakan sebelumnya, Muhammadiyah hingga Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menyatakan sikap untuk menolak tawaran mengelola tambang dari pemerintah.

Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai penolakan itu cukup realistis karena Ormas keagamaan memperkirakan akan berat bagi mereka untuk mengelola tambang, meskipun beberapa Ormas keagamaan mempunyai unit usaha.

Baca juga: PP sudah Diteken Jokowi, Daftar Ormas Keagamaan yang Kini bisa Kelola Tambang di Indonesia

"Ya meski mempunyai unit usaha, tapi hampir tidak pernah ada investasi atau mereka masuk di usaha pertambangan yang kita tahu cukup rumit," ujarnya kepada KONTAN, Jumat (7/6).

Fahmy mengungkapkan, Ormas keagamaan yang menolak mengelola tambang ini lantaran mereka realistis soal kecukupan dana untuk melakukan investasi.

"Sehingga dalam keadaan tersebut lebih realistis, lebih baik menolak," sambungnya.

Menurut Fahmy, soal Nahdlatul Ulama yang dikabarkan akan mengelola tambang nanti berhasil atau tidak, Fahmy tidak yakin apalagi pengalaman sebelumnya pada waktu Gus Dur menjadi Presiden pernah mendirikan Bank Summa yang tidak berhasil.

"Ya Bank Summa itu ujung-ujungnya gagal, itu perbankan, apalagi ini pertambangan," ungkap Fahmy.

Apalagi, kata Fahmy, konsesi prioritas tidak semua tambang yang baru, tambang yang sudah dieksploitasi 5-15 tahun yang dikembalikan ke pemerintah yang diberikan izin pengelolaannya di mana tambang tersebut ada kemungkinan sudah habis cadangannya sehingga hasilnya pun minim.

"Muhammadiyah dan lainnya realistis menolak," tuturnya.

Selain itu, Fahmy juga menyoroti dualisme sikap pemerintah di mana di satu sisi ingin mencapai energi terbarukan di sisi lain tetap mendorong tambang batubara dan tidak melarang PLN menggunakan batubara untuk pembangkit listrik.

"Pemerintah tidak serius-serius amat dengan energi baru terbarukan," katanya seperti dikutip TribunKaltim.co dari kontan.co.id.

Senada, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, menilai memang sebaiknya ditolak karena ini melanggar UU.

Bisman menerangkan, berdasarkan UU Minerba, Ormas tidak memenuhi kualifikasi untuk diberikan WIUPK, sebab PP 25 Tahun 2024 dan Perpres 70 Tahun 2023 yang menjadi dasar pemberian WIUPK bertentangan dengan UU Minerba.

Sesuai dengan UU Minerba, WIUPK tidak dapat diberikan langsung atau dengan penawaran prioritas kepada Ormas tetapi harus melalui lelang.

Jika tidak lelang maka melanggar UU dan berpotensi merugikan negara dan menjadi kasus di kemudian hari. Prioritas hanya diberikan kepada BUMN dan BUMD.

"Kita dukung Ormas keagamaan untuk tetap menjaga kekuatan moral yang menjaga lingkungan hidup, kalau ikut-ikutan main tambang nanti tidak ada kekuatan kontrol sosial yang menjaga lingkungan hidup dan potensi konflik sosial akibat tambang.

Akan lebih banyak negatifnya jika Ormas mengelola tambang," tandasnya.

Baca juga: Ormas Dapat Jatah Kelola Lahan Tambang, Airlangga Hartarto: Ada Ormas yang Diprioritaskan

(*)

Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved