Horizzon
Belajar dari Paus Fransiskus
Sikap sederhana Paus Fransiskus yang memilih kursi penumpang pada pesawat komersil Italian Airways saat melawat ke Indonesia sudah cukup menampar
Penulis: Ibnu Taufik Jr | Editor: Samir Paturusi
"Your holiness, ahlan wa sahlan, salam hormat dan selamat datang kami ucapkan. Saya sangat bersuka cita karena menyambut Yang Mulia di Masjid Istiqlal," sambut Nasaruddin Umar.
Baca juga: Satu Menit Empat Puluh Tujuh Detik
Keduanya kemudian mempertontonkan kemuliaan dengan saling cium kening dan tangan sebagai tanda pernghormatan tertinggi antarpemimpin umat beragama yang berbeda di depan publik.
Perbedaan adalah sebuah keniscayaan, namun kesetaraan di bumi adalah prioritas yang harus dikedepankan sebagai umat manusia.
Banyak pelajaran dan nilai yang patut kita contoh dari kunjungan singkat Paus kelahiran Argentina ini. Namun meski harus mengecilkan makna dari tulisan ini, tak elok jika pers atau media atau lebih sempit lagi jurnalis tak belajar dari kunjungan Paus ini.
Kita tahu, masih ada saja pihak-pihak yang secara picik memaknai beda kunjungan Paus ke Indonesia.
Rasanya masih banyak pikiran-pikiran sesat yang merasa terancam dengan apa yang kita sebut sebagai kerukunan dan kesetaraan.
Meski tak harus kita kemukakan contohnya, beberapa pihak sengaja menodai kunjungan Paus ini dengan anasir-anasir negatif.
Baca juga: Kebenaran Baru dan Kegagalan Pers
Kita bersyukur, hampir seluruh media mainstream alias media yang mengedepankan nilai, tak mengamplifikasi hal tersebut menjadi asupan konten mereka.
Kalaupun ada, patut kita sebut media tersebut dalam kesesatan yang nyata dan kita tak perlu berdebat dengan membuka kode etik jurnalistik atau apa pun.
Sekali lagi, meski akan mengecilkan makna dari belajar terhadap Paus, bagi jurnalis memilih mana yang pantas untuk disampaikan adalah ukuran bagaimana mereka memahami esensi dari profesi atau peran profesi itu sendiri.
Baca juga: Tribun Kaltim Mengeja Pilkada 2024
Sengaja untuk mengecilkan atau menyempitkan makna dari tulisan ini, dari Paus kita boleh belajar menghadapi kontestasi Pilkada serentak yang sudah di depan mata. Kita diingatkan, bahwa tidak semua fakta harus diberitakan. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.