Ibu Kota Nusantara

Masyarakat Sipil Desak Audit Tambang Sekitar IKN Usai Skandal Batu Bara Ilegal Terungkap

Skandal tambang ilegal batu bara di kawasan IKN dan Tahura Bukit Soeharto kembali membuka borok lemahnya pengawasan sektor pertambangan.

HO/POLDA KALTIM
TAMBANG ILEGAL - Ditreskrimsus Polda Kaltim mengungkap praktek tambang ilegal di kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto KM 48, Samboja. Skandal tambang ilegal batu bara di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan Taman Hutan Raya atau Tahura Bukit Soeharto kembali membuka borok lemahnya pengawasan sektor pertambangan di Kalimantan Timur (Kaltim). (HO/POLDA KALTIM) 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA – Skandal tambang ilegal batu bara di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan Taman Hutan Raya atau Tahura Bukit Soeharto kembali membuka borok lemahnya pengawasan sektor pertambangan di Kalimantan Timur (Kaltim). 

Koalisi Masyarakat sipil mendesak dilakukan audit menyeluruh terhadap seluruh izin tambang di sekitar IKN.

Koalisi masyarakat sipil Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menilai, kasus ini bukan sekadar pelanggaran hukum biasa, melainkan bentuk kegagalan tata kelola pertambangan mineral dan batu bara (minerba) yang telah berlangsung selama hampir satu dekade.

"Kasus ini bukan sekadar insiden, melainkan indikasi kegagalan pengawasan sektor pertambangan minerba. Bagaimana mungkin tambang ilegal bisa beroperasi begitu lama di kawasan prioritas nasional seperti IKN tanpa deteksi dini? Kami mendesak diikuti dengan investigasi menyeluruh terhadap kemungkinan dugaan kuat keterlibatan pihak-pihak terkait, mulai dari penambang, penyedia jasa transportasi, agen pelayaran, perusahaan-perusahan pemilik berizin, operasional pelabuhan maupun pejabat terkait lainnya,” ujar Adzkia Farirahman, Peneliti PWYP Indonesia, dalam keterangan tertulis pada 20 Juli 2025.

Baca juga: Polda Kaltim Tahan Aktor Utama Tambang Ilegal di Hutan Pendidikan Unmul Samarinda

Azil, sapaan akrabnya, mengungkapkan bahwa kasus ini baru terungkap setelah operasi Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri pada 17 Juli 2025.

Dalam operasi tersebut, polisi menyita 351 kontainer batu bara ilegal, alat berat, dan menangkap tiga tersangka.

Para tersangka diduga menggunakan dokumen palsu dari perusahaan seperti PT MMJ dan PT BMJ untuk menyelundupkan batu bara ke pelabuhan.

Modus lain adalah dengan mengumpulkan batu bara ilegal di gudang atau stock rom, lalu mengemasnya dalam karung dan dikirim lewat jalur laut dari Pelabuhan KKT Balikpapan menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

Baca juga: Kasus Tambang Ilegal di Hutan Unmul, DPRD Kaltim Minta Pemodal dan Otak Utama Diungkap

"Untuk mengelabui petugas, para pelaku memanfaatkan dokumen resmi dari perusahaan yang memiliki Izin Usaha Produksi (IUP) saat proses pengiriman di terminal Balikpapan. Dokumen tersebut digunakan agar batu bara tampak seolah-olah berasal dari penambangan legal," ungkapnya.

Kerugian negara akibat tambang ilegal ini diperkirakan mencapai Rp5,7 triliun—terdiri dari deplesi batu bara Rp3,5 triliun dan kerusakan hutan Rp2,2 triliun.

Hal senada juga disampaikan Buyung Marajo, Koordinator Pokja 30 Kaltim.

Ia mengapresiasi langkah Polri, tetapi menekankan bahwa masih banyak aktivitas tambang ilegal di Kaltim yang belum tersentuh.

Baca juga: Respon Pemprov Kaltim soal Tambang Ilegal saat Demo 100 Hari Kerja di Kantor Gubernur

"Kami mengapresiasi Bareskrim Polri yang berhasil mengungkap peredaran batubara dari tambang ilegal di Kaltim, tetapi ini bukan satu-satunya kasus. Masih banyak peredaran batubara dan aktivitas tambang ilegal lainnya di Kaltim yang belum tersentuh," ujarnya.

Buyung menambahkan, kasus ini tidak cukup berhenti pada tiga orang tersangka. Ia mendesak agar seluruh jaringan pelaku dan penerima manfaat kejahatan pertambangan ilegal juga diusut.

"Bukan hanya tiga orang tersangka yang terlibat; harus diusut tuntas siapa pihak lain yang menerima dan menjadi penerima manfaat dari kejahatan ini," tegasnya.

Ia juga menilai lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di Kaltim saat berhadapan dengan korporasi tambang, terutama yang beroperasi secara ilegal.

Baca juga: Polda Kaltim Ungkap Kasus Tambang Ilegal di Kawasan Hutan Pendidikan Unmul, 12 Saksi Sudah Diperiksa

"Kasus ini juga menjadi bukti lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di Kaltim ketika berhadapan dengan korporasi industri tambang yang melanggar hukum, apalagi yang ilegal. Termasuk Kepolisian Daerah (Polda) Kaltim, Pemerintah Daerah, Otorita IKN, dan Instasi Penegakan Hukum (Gakkum) lainnya, jangan sampai publik berburuk sangka ada apa-apanya hingga Bareskrim Polri yang baru bisa mengungkap masalah ini,” sambungnya.

Terkait pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia bahwa Kementerian hanya mengawasi tambang berizin, Buyung menyebut hal itu justru menunjukkan ketidakmampuan negara.

“Yang perlu dicatat, kasus ini juga melibatkan dokumen resmi dari perusahaan pemegang IUP sebagai salah satu syarat pengiriman. Dokumen tersebut digunakan seolah-olah batubara tersebut berasal dari penambangan resmi atau pemegang IUP, padahal sebenarnya berasal dari kegiatan illegal mining.” tegasnya.

Selain itu, Azil juga kembali mendesak Kementerian ESDM untuk memperbaiki sistem pengawasan minerba, termasuk deteksi dini dan digitalisasi pemantauan.

Baca juga: 3,6 Hektare Lahan Warga Diduga Diserobot Tambang Ilegal, DPRD Kukar Turun Tangan

“Mengingat aktivitas penambangan ilegal ini diduga sudah terjadi sejak 2016 di kawasan konservasi. Menjadi tanda tanya besar, apakah ini bentuk lain ‘pembiaran’?” tanya Azil.

Ia mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap seluruh Izin Pertambangan (IP) di sekitar IKN dan diberikan sanksi tegas bagi perusahaan yang terbukti memalsukan dokumen.

Azil juga mendorong peningkatan transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan, serta penguatan verifikasi lapangan.

Selain itu, ia juga menyoroti belum efektifnya Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Penambangan Liar yang dibentuk oleh Otorita IKN bersama aparat penegak hukum.

Baca juga: Menteri Kehutanan akan Tindak Tambang Ilegal di KHDTK Universitas Mulawarman

"Satgas ini tampaknya belum efektif dalam mendeteksi atau menghentikan operasi ilegal skala besar seperti yang baru terungkap ini, yang telah berlangsung sejak 2016, sebelum pembentukan Satgas sekalipun," ujarnya.

Menurutnya, juga menilai perlu dilakukan evaluasi terhadap implementasi Satgas, termasuk koordinasi lintas lembaga dan capaian nyata di lapangan. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved