Gunung Bugis Kampung Narkoba

Warga Gunung Bugis Balikpapan Berjuang Hapus Stigma Kampung Narkoba, 'Kami Juga Ingin Hidup Tenang'

"Kampung Narkoba" menjadi cap buruk yang ingin dihapuskan oleh warga Gunung Bugis, Kota Balikpapan, bagaimana kisah mereka?

|
Tribun Kaltim
KAMPUNG NARKOBA - Warga Gunung Bugis, Kota Balikpapan, berjuang melawan stigma negatif mengenai kampungnya yang dijuluki sebagai "Kampung Narkoba", bagaimana kisah perjuang mereka? simak selengkapnya di artikel ini. (TRIBUN KALTIM) 

"Pengennya citra itu hilang. Padahal nggak semua orang sini kayak gitu," ucapnya.

Ia juga berharap aparat lebih tegas agar penindakan tak berhenti di satu kasus.

"Kalau cuma satu ditangkap, nanti muncul lagi yang lain."

Hapus Stigma Buruk

Di tengah tekanan stigma dan ancaman narkoba yang nyata, segelintir warga memilih tidak menyerah.

Salah satunya datang dari Satgas Bersinar (Bersih dari Narkoba) Kelurahan Baru Ulu yang digerakkan secara sukarela oleh masyarakat.

Baca juga: 2 Siswa SMPN 4 Balikpapan Sempat Positif Narkoba, Pihak Sekolah Lakukan Langkah Tegas dan Humanis

Ketua Satgas, Syarkawi Mawi, menuturkan bahwa mereka terus melakukan sosialisasi dan edukasi humanis ke warga, RT, hingga kelompok keluarga.

"Menurut saya, kalau cuma penangkapan, efeknya sementara. Tapi kalau edukasi, bisa menyentuh hati orang tua dan anak-anaknya," ujarnya, Kamis (30/10/2025).

Satgas yang beranggotakan sekitar 20 orang itu rutin turun ke lapangan untuk memberi penyuluhan tentang bahaya narkoba.

Mereka berusaha mengubah cara pandang warga bahwa Gunung Bugis bukan hanya tempat gelap, tapi juga punya banyak orang baik yang ingin lingkungannya bersih.

"Itu yang kami ingin ubah. Lambat tapi pasti, kami berusaha menghapus cap itu," tutur Syarkawi.

Ia juga mengungkapkan, sebagian besar pengguna maupun pengedar narkoba yang tertangkap bukan warga asli Gunung Bugis, melainkan orang luar yang datang untuk bertransaksi.

Karena itu, menurutnya, warga tidak layak terus menanggung stigma buruk.

"Kami ini hanya relawan, tapi karena ini kampung kami juga, mau tidak mau kami ikut menjaga," katanya.

Gunung Bugis kini seperti berdiri di persimpangan.

Di satu sisi, data kepolisian menunjukkan wilayah ini sebagai episentrum peredaran narkoba di Balikpapan.

Tapi di sisi lain, ada warga-warga yang terus berjuang membersihkan nama tempat tinggalnya, melindungi anak-anaknya, dan membangun kepercayaan diri baru di tengah cibiran luar.

"Gunung Bugis bukan sarang narkoba. Banyak warganya yang baik dan ingin lingkungannya bersih. Bahkan, mereka merasa senang karena ternyata masih ada yang peduli untuk mengingatkan," katanya.

Di ujung sore, anak-anak kecil berlari-lari di antara gang yang dulu disebut titik rawan transaksi.

Di teras rumah, seorang ibu menatap mereka sambil tersenyum kecil.

"Kalau pemerintah mau bantu dan masyarakat kompak, pasti bisa bersih," katanya.

Baca juga: Sidang Dugaan Peredaran Narkoba Catur Adi, Mantan Petugas Lapas Balikpapan: Ada Pelanggaran Prosedur

Harapan itu sederhana, tapi nyata agar Gunung Bugis suatu hari dikenal bukan karena sabu, tapi karena semangat warganya melawan stigma.

Menghambat Pelaku UMKM

Dalam dua bulan terakhir, sedikitnya 70 orang telah ditangkap dalam serangkaian penggerebekan di kawasan tersebut.

Camat Balikpapan Barat, Erwin, mengatakan sekitar 90 persen pelaku yang diamankan merupakan warga Kelurahan Baru Ulu.

"Segitu banyaknya dari beberapa kali penggerebekan di sana, akhirnya tertangkaplah mereka semua," ujarnya kepada TribunKaltim.co, Kamis (30/10/2025).

Erwin menilai, maraknya kasus narkoba di kawasan itu tidak hanya merusak individu, tetapi juga menimbulkan stigma negatif bagi seluruh warga yang tinggal di Gunung Bugis.

"Stigma negatif tersebut sangat merugikan warga yang tidak terlibat langsung. Padahal, banyak masyarakat di sana yang ingin hidup tenang dan bekerja dengan baik," ucapnya.

Label "kampung narkoba" juga berpotensi menghambat upaya pengembangan wilayah, terutama pada sektor ekonomi lokal.

"Kawasan Gunung Bugis sebenarnya potensial bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, karena stigma itu, banyak masyarakat dari luar yang enggan datang ke sana," tutur Erwin.

Untuk menghapus label buruk tersebut, pemerintah bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) terus menggalakkan program Satuan Tugas Bersih dari Narkoba (Satgas Bersinar) yang telah berjalan sejak 2024.

Program ini berfokus pada implementasi P4GN pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkotika dengan pendekatan edukatif melalui pertemuan rutin di tingkat RT.

"Kami terus memassifkan edukasi melalui Satgas Bersinar. Harapannya, program ini perlahan dapat mengentaskan persoalan krusial di kawasan tersebut," kata Erwin.

Baca juga: Deep Learning hingga Razia Rutin Jadi Strategi SMAN 3 Balikpapan Lindungi Siswa dari Bahaya Narkoba

Selain penyuluhan bahaya narkoba, pihak kelurahan juga mendorong pengembangan wilayah agar Balikpapan Barat menjadi kecamatan yang maju dan modern.

"Dari pendekatan edukasi itu, kami ingin mendorong masyarakat agar bersama-sama menghapus stigma negatif di Gunung Bugis," pungkasnya.

Aparat Hukum Harus Serius

Label kampung narkoba yang telah lama melekat pada kawasan Kampung Baru, Kecamatan Balikpapan Barat, dinilai sebagai gambaran nyata lemahnya komitmen dan pengawasan penegakan hukum terhadap peredaran narkoba di tingkat akar rumput.

"Kalau sampai di dalam rumah tahanan saja narkoba masih bisa beredar, itu artinya ada yang salah dalam sistem pengawasan dan penegakannya. Bisa jadi penegak hukumnya lemah, atau justru pengedarnya lebih lihai," tegas pakar hukum Balikpapan, Piatur Pangaribuan, kepada TribunKaltim.co, Kamis (30/10).

Menurutnya, peredaran narkoba bukan sekadar persoalan penangkapan, tetapi juga menyangkut komitmen moral dan tanggung jawab lembaga hukum.

Ia menilai, seberapa pun seringnya operasi dan razia dilakukan, tidak akan berdampak signifikan tanpa kesungguhan dan integritas aparat itu sendiri.

"Kalau sudah dibilang penindakan maksimal tapi faktanya masih terjadi, berarti belum maksimal. Jangan sampai seolah-olah penegak hukum ini menyerah. Karena siapa lagi yang bisa diharapkan selain mereka? Mereka adalah ujung tombak pemberantasan kejahatan, termasuk narkoba," ujar Piatur.

Lebih lanjut, Ketua DPC Peradi Balikpapan ini menyoroti fenomena pembingkaian publik terhadap Kampung Baru atau Gunung Bugis sebagai "kampung narkoba".

Menurutnya, persepsi itu muncul karena masyarakat sering mendengar kasus narkoba terjadi di wilayah tersebut, hingga akhirnya terbentuk opini kolektif yang sulit dihapus.

"Label itu terbentuk karena sering ada peristiwa narkoba di sana, tapi ini sebenarnya merugikan masyarakat Kampung Baru. Dan lebih jauh lagi, ini mencerminkan bahwa Polda Kaltim maupun satgas-satgas narkoba belum bekerja maksimal," ungkapnya.

Piatur menilai aparat seharusnya mampu membalikkan citra buruk itu menjadi kampung yang benar-benar bersih dari narkoba.

Namun, upaya tersebut harus dilakukan dengan indikator yang jelas dan berbasis data riil, bukan sekadar laporan administratif yang menggambarkan situasi seolah aman.

"Kebenaran sejati itu keluar dari kondisi nyata masyarakat, bukan hanya dari laporan yang tampak baik di atas kertas. Kalau data aparat bilang aman, tapi di lapangan masih banyak kasus narkoba, berarti datanya bermasalah," katanya.

Baca juga: ‎BNN Balikpapan Sebut Kasus Rehabilitasi Narkoba Turun, Tapi Fenomena Gunung Es Masih Terjadi

Menurut Piatur, salah satu indikator kampung bersih narkoba adalah hilangnya akar-akar persoalan sosial yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkotika, seperti perkelahian, pencurian, dan tindak kriminal lainnya yang berawal dari ketergantungan obat-obatan terlarang.

"Kalau setiap kali ada persoalan ujungnya selalu karena narkoba, berarti faktanya di lapangan belum berubah. Artinya, masih ada pihak-pihak yang bermain dan harus segera diselesaikan," tegasnya.

Piatur menambahkan, perubahan citra Kampung Baru tidak bisa hanya mengandalkan slogan atau deklarasi simbolik, tetapi perlu kerja nyata lintas sektor, mulai dari aparat penegak hukum, pemerintah daerah, hingga partisipasi aktif masyarakat.

"Framing kampung narkoba ini sudah berlangsung lama. Sekarang saatnya dibalik menjadi kampung bersih narkoba. Tapi itu tidak akan tercapai tanpa transparansi, data yang valid, dan keberanian menindak siapa pun yang terlibat, termasuk bila ada oknum penegak hukum," katanya.

Kisah Pemuda Lepas dari Jerat Narkoba, Berhenti demi Orangtua

Dulu, hidupnya nyaris tak berbeda dengan kebanyakan anak muda di kota minyak: bekerja keras, bergulat dengan lelah, mencoba bertahan di tengah tuntutan hidup.

Namun di balik keringat dan semangat itu, ada rahasia kelam yang perlahan menjeratnya, narkoba.

Ia baru berusia 28 tahun, masih muda, dan seperti banyak pemuda lain di Balikpapan, dulu ia bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Namun di balik rutinitasnya, ada kebiasaan kelam yang sempat membelenggu: mengonsumsi narkoba.

Identitasnya disamarkan, namun pria ini dengan jujur mengakui masa lalunya.

"Iya, saya dulu pemakai, pak. Mulai sekitar tahun 2021," ujarnya lirih saat ditemui usai menjalani rehabilitasi.

Awalnya, ia mengaku menggunakan narkoba karena alasan stamina kerja.

"Alasannya cuma biar kuat kerja aja, pak. Capek, makanya saya pakai," katanya.

Barang haram itu ia dapat dari kawasan Gunung Bugis, salah satu daerah yang dikenal rawan peredaran narkotika di Balikpapan Barat.

Baca juga: Warga Berharap Stigma Kawasan Gunung Bugis Balikpapan ‘Kampung Narkoba’ Bisa Hilang

Selama hampir tiga tahun, ia mengonsumsi sabu secara diam-diam, hanya untuk diri sendiri.

Hingga akhirnya, pada tahun 2024, ia tertangkap polisi.

Namun keberuntungan masih berpihak padanya.

Ia tidak dipenjara, melainkan langsung menjalani rehabilitasi selama tiga bulan.

Di tempat rehabilitasi itulah titik balik hidupnya dimulai.

"Waktu itu saya sempat kepikiran mau balik lagi (pakai), tapi begitu lihat orang tua pas jenguk... saya langsung tersentuh. Di toilet saya nangis," tuturnya dengan mata menerawang.

Ia mengaku, dukungan keluarga, terutama dari ibunya, menjadi alasan utama untuk berhenti.

"Kalau teman masih ada yang pakai, saya lebih baik pergi. Takutnya terpancing. Saya pikir, teman bisa dicari, tapi orang tua nggak bisa dicari," katanya mantap.

Kini, setelah bebas dan dinyatakan bersih dari ketergantungan, ia memilih menjauh dari lingkungan lama dan fokus memperbaiki diri.

"Orang tua saya bersyukur, malah tambah sayang. Dukungan mereka nggak pernah putus," ucapnya.

Ia pun menitipkan pesan bagi siapa pun yang masih terjerat narkoba.

"Berhentilah sebelum terlambat. Kasihan orang tua, kasihan keluarga. Kalau sampai ketangkep, nyeselnya baru terasa," pungkasnya.

Dari kisahnya, terlihat bahwa di balik kerasnya realitas penyalahgunaan narkoba, masih ada ruang untuk harapan harapan yang muncul dari kasih sayang orang tua, dan tekad seorang anak untuk menebus kesalahan. 

Di Balik Stigma Gunung Bugis

Persebaran Kasus Narkoba (2024–2025)

  • Total kasus narkoba di Balikpapan: 315 kasus (2024)
  • Kasus di Balikpapan Barat: 121 kasus
  • Sekitar 90 persen kasus berasal dari kawasan Gunung Bugis dan sekitarnya
  • Wilayah paling rawan: Kelurahan Baru Ulu & Baru Ilir

Jenis Narkoba yang Beredar

  • Sabu (dominan)
  • Ganja
  • Obat terlarang/obat keras daftar G

Barang Bukti Disita (Jan–Okt 2025)

  • Sabu: ± 1.970 gram (hampir 2 kg)
  • Ganja: 24 gram
  • Obat terlarang: Lebih 1.000 gram

Asal dan Jalur Masuk

  • Sebagian besar pasokan berasal dari Samarinda
  • Jalur lintas laut: Berau – Malaysia – Singapura
  • Gunung Bugis menjadi titik distribusi utama di Balikpapan.

(TribunKaltim.co/Dwi Ardianto, Ardiana Kinan, Zainul, Ary Nindita Intan RS)

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved