Berita Nasional Terkini

Din Syamsuddin Panjang Lebar Jelaskan Mengapa Muhammadiyah Harus Menolak Kelola Tambang dari Jokowi

Din Syamsuddin panjang lebar jelaskan mengapa Muhammadiyah harus menolak tawaran izin tambang dari Jokowi

Editor: Rafan Arif Dwinanto
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
Tokoh GPKR, Din Syamsuddin saat menyampaikan orasi dalam aksi unjuk rasa di Bundaran Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024). Din Syamsuddin panjang lebar jelaskan mengapa Muhammadiyah harus menolak tawaran izin tambang dari Jokowi 

TRIBUNKALTIM.CO - Presiden Jokowi sudah meneken kebijakan yang memungkinkan ormas keagamaan untuk mengelola pertambangan batu bara.

Hal ini pun mendapat tanggapan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU maupun PP Muhammadiyah.

Terbaru, Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015 Din Syamsuddin meminta agar Muhammadiyah menolak tawaran izin tambang yang akan diberikan oleh pemerintah.

Sebab, pemberian konsesi tambang bagi ormas keagamaan itu, banyak mudaratnya daripada maslahat.

Baca juga: Presiden Jokowi Groundbreaking Pembangunan Universitas Gunadarma di IKN, Nilai Investasi Rp 75 M

Baca juga: Diduga Sarang Tambang Ilegal, PKP2B Berau Coal dan Polres Berau Patroli Pengamanan Konsesi di Kelay

”Sebagai warga Muhammadiyah saya mengusulkan kepada PP Muhammadiyah untuk menolak tawaran Menteri Bahlil dan Presiden Joko Widodo itu.

Pemberian itu lebih banyak mudharat dari pada maslahatnya.

Muhammadiyah harus menjadi penyelesai masalah bangsa, bukan bagian dari masalah,” kata Din, Selasa (4/6/2024) dikutip dari laman muhammadiyah.or.id.

Bukan hanya itu, Din juga menilai pemberian izin tambang bagi ormas keagamaan itu juga berpotensi menjadi sumber korupsi.

”Wewenang pemberian IUP (Izin Usaha Pertambangan) sebagai sumber korupsi,” kata Din yang juga menjabat Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu Jakarta itu.

Din menjelaskan, dia husnuzon (berbaik sangka) pemberian konsesi tambang untuk Ormas Keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah dapat dinilai positif sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada mereka.

”Namun hal demikian sangat terlambat, dan motifnya terkesan untuk mengambil hati. Maka, suuzon (berburuk sangka) tak terhindarkan,” katanya.

Baca juga: Tambang Ilegal di Desa Margahayu Kukar Rusak Kebun Jagung Milik Bramasta Sakti

Baca juga: Trending, Sikap Muhammadiyah dan PGI, Jokowi Teken PP yang Izinkan Ormas Keagamaan Kelola Tambang

Dia bercerita, sewaktu menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja sama Antar Agama dan Peradaban yang ditunjuk langsung oleh Presiden Jokowi, dia mempersyaratkan agar Presiden Joko Widodo menanggulangi ketakadilan ekonomi antara kelompok segelintiran yang menguasai aset nasional di atas 60 persen dan umat Islam yang terpuruk dalam bidang ekonomi.

”Presiden menjawab bahwa hal itu tidak mudah.

Saya katakan mudah seandainya ada kehendak politik (political will).

Yang saya mintakan hanya pemerintah melakukan aksi keberpihakan dengan menciptakan keadilan ekonomi dan tidak hanya memberi konsesi kepada pihak tertentu,” tuturnya.

Juga dia minta agar mau menaikkan derajat satu-dua pengusaha muslim menjadi setara dengan taipan.

Menurutnya, itu perlu agar kesenjangan ekonomi yang berhimpit dengan agama dan etnik tidak menimbulkan bom waktu bagi Indonesia.

Baca juga: Ormas Dapat Jatah Kelola Lahan Tambang, Airlangga Hartarto: Ada Ormas yang Diprioritaskan

Baca juga: Akhirnya Jokowi Berikan Kewenangan Ormas Kelola Tambang, Jatam Ungkap Bukan Barang Baru di Kaltim

”Kini tiba-tiba kehendak politik itu ada lewat Menteri Bahlil.

Walau tidak ada kata terlambat, namun pemberian konsesi tambang itu tidak dapat tidak mengandung masalah,” ujarnya.

Menurut dia, pemberian konsesi tambang kepada NU dan Muhammadiyah tetap tidak seimbang dengan jasa dan peran kedua Ormas Islam itu.

Tetap tidak seimbang dengan pemberian konsesi kepada perusahan-perusahaan yang dimiliki oleh kelompok segelintiran tadi.

Din memberi contoh, satu perusahaan seperti Sinarmas, menguasai lahan walau bukan semuanya batubara seluas sekitar 5 juta hektare.

Bahkan dunia Minerba Indonesia dikuasai oleh beberapa perusahaan saja.

Sumber daya alam Indonesia sungguh dijarah secara serakah oleh segelintir orang yang patut diduga berkolusi dengan pejabat.

Baca juga: Kapolresta Samarinda Sebut Sudah Periksa Saksi Terkait Eks Lubang Tambang

Baca juga: Peringatan Hari Anti Tambang, HATAM Bawa Keranda Hitam ke Kantor Gubernur Kaltim

”Pemberian tambang batubara dilakukan di tengah protes global terhadap energi fosil sebagai salah penyebab perubahan iklim dan pemanasan global.

Maka besar kemungkinan yang akan diberikan kepada NU dan Muhammadiyah adalah sisa-sisa dari kekayaan negara,” ujarnya.

Karena itu, dia berpendapat pemberian tambang “secara cuma-cuma” kepada NU dan Muhammadiyah, potensial membawa jebakan.

Din menyebut, menurut pakar, Sistem Tata Kelola Tambang dengan menggunakan sistem Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Kontrak Karya adalah Sistem Zaman Kolonial berdasarkan UU Pertambangan Zaman Belanda (Indische Mijnwet) yang dilanggengkan dengan UU Minerba No.4/2009 dan UU Minerba No.3/2020.

Sistem IUP ini tidak sesuai konstitusi tidak menjamin bahwa perolehan negara harus lebih besar dari keuntungan bersih penambang.

Baca juga: Pj Gubernur Akmal Malik Instruksikan ESDM Kaltim Buat Hotline Pengaduan Tambang Ilegal

Baca juga: Dinas ESDM Kaltim Diminta Buat Hotline Pengaduan Tambang Ilegal, Akmal Malik Sebut Rugikan Warga

Bahkan, sistem IUP selama bertahun-tahun terbukti disalahgunakan oleh oknum pejabat negara yang diberi wewenang mulai dari bupati, gubernur, hingga Dirjen dalam mengeluarkan IUP. (*)

Artikel ini bersumber dari Kompas TV berjudul Din Syamsuddin Minta Muhammadiyah Tolak Tawaran Izin Tambang Pemerintah: Banyak Mudaratnya

Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved